REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Silaturahim selain dapat melapangkan rezeki, nyatanya bisa memperlambat ajal. Benarkah demikian?
Nashiruddin al-Albani dalam kitab Mukhtashar Shahih Bukhari menyebutkan sebuah hadis: “An Abi Hurairata RA qaala; sami’tu Rasulallahi SAW yaqulu, man sarrahu an yusbatha lahu fii rizqihi wa an yunsa-a lahu fi atsarihi fal-yashil rahimahu,”.
Yang artinya: “Abu Hurairah RA berkata; aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang yang ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya, hendaknya dia menyambung hubungan silaturahimnya”.
Orang yang menjalin silaturahim juga terhindar dari ancaman tidak masuk ke dalam surga. Sebab, Nabi pernah bersabda: “Laa yadkhulul-jannata qaa-thi’un (ar-rahmi),”. Yang artinya: “Tidaklah masuk surga orang yang memutus tali silaturahim".
Bahkan, jika ditelisik secara psikologis, menyambung silaturahim baik secara verbal, nonverbal, atau melalui medium teknologi seperti virtual digital sesungguhnya dapat merelaksasi pikiran. Interaksi dalam silaturahim dapat meregangkan otot-otot syaraf dan berpotensi menimbulkan hormon-hormon kebahagiaan, seperti dopamin, endorfin, maupun serotonin.
Menjaga silaturahim sesama manusia sejatinya merupakan aktivitas menjaga hubungan dengan Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang diterangkan dalam hadis: “An Aisyata RA zauji an-Nabiyyi SAW aninnabiyyi SAW qala, ar-rahimu syijnatan faman washalaha washalathu, wa man qatha’aha qatha’athu,”. Yang artinya: “Dari Aisyah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda, ‘Hubungan silaturahim adalah penyebab bagi rahmat Allah yang selalu mengelilinginya. Orang yang menyambung hubungan silaturahminya berarti dia menyambung rahmat-Nya, dan orang yang memutus hubungan silaturahminya berarti dia memutus rahmat-Nya”.