Di antara sikap bijaknya adalah kehati-hatiannya dalam menilai orang. Sikap ini juga ia pelajari dari Rasulullah SAW yang telah menyampaikan kepada umatnya, "Berubahnya hati manusia lebih cepat dari periuk yang sedang mendidih."
Miqdad sering menangguhkan penilaian terakhir terhadap seseorang sampai dekat saat kematian mereka. Tujuannya ialah agar orang yang akan dinilainya tidak mengalami hal baru lagi. Adakah perubahan setelah kematian?
Dari percakapannya dengan seorang sahabat dan seorang tabi'in berikut ini, menunjukkan kemahirannya dalam berfilsafat dan ia berhak menyandang gelar seorang filsuf:
Pada suatu hari kami pergi duduk-duduk dekat Miqdad. Tiba-tiba lewat seorang laki-laki, dan berkata kepada Miqdad, "Sungguh berbahagialah kedua mata ini yang telah melihat Rasulullah! Demi Allah, andainya aku bisa melihat apa yang engkau lihat, dan menyaksikan apa yang engkau saksikan."
Miqdad berkata, "Apa yang mendorong kalian untuk menyaksikan peristiwa yang disembunyikan Allah dari penglihatan kalian, padahal kalian tidak tahu apa akibatnya bila sempat menyaksikannya? Demi Allah, bukankah pada masa Rasulullah banyak orang yang ditelungkupkan Allah mukanya di neraka Jahanam? Kenapa kalian tidak mengucapkan puji kepada Allah yang menghindarkan kalian dari malapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Nabi kalian?"
Inilah suatu hikmah yang diungkapkan Miqdad, memang tidak seorang pun yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali ia dapat hidup di masa Rasulullah dan hidup bersamanya. Tetapi pandangan Miqdad tajam dan dalam, pemikirannya dapat menembus sesuatu yang tidak pernah dipikirkan oleh orang sedikit pun.