Abu Thalib sangat prihatin tentang keamanan pribadi keponakannya. Sehingga ketika orang tertidur, Abu Thalib akan meminta Nabi berbaring di tempatnya atau berpindah ke tempat lain sebagai upaya mengelabui usaha pembunuhan.
Terlepas dari segala rintangan, Nabi Muhammad tetap bertahan di garisnya. Tekad dan keberaniannya tidak pernah melemah. Dia terus pergi Ka'bah dan berdoa. Nabi menggunakan setiap kesempatan untuk berdakwah kepada orang luar yang mengunjungi Makkah untuk bisnis atau ziarah.
Situasi ini akhirnya menciptakan perselisihan di antara berbagai faksi Makkah yang memiliki hubungan darah yang kuat dengan orang-orang yang terdampak kena embargo. Setelah tiga tahun blokade, di Muharram, tahun kesepuluh misi Nabi SAW, faksi Makkah melanggar perjanjian.
Ada lima kelompok non-Muslim yang berangkat untuk membatalkan boikot tersebut dan menyatakan klausul yang tidak adil itu batal demi hukum. Mereka berkumpul menentang embargo berkumpul dan memutuskan melakukan sesuatu untuk mengakhiri pengepungan ini.
Mereka mendatangi Abu Jahal di tempat pertemuan mereka di dekat Ka'bah. Mereka secara terbuka menentang tindakan boikot. Hingga akhirnya, dukungan publik terhadap boikot pun bergeser.