Rabu 19 May 2021 05:24 WIB

Keutamaan Hati yang Bersih

Hati yang bersih adalah hati yang bebas dari penyakit jiwa

Rep: Ali Yusuf/ Red: Esthi Maharani
Rasulullah SAW. Ilustrasi
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Hati yang bersih (ikhlas) dapat membuat amal ibadah yang dikerjakan karena Allah SWT terima. Hati yang bersih adalah hati yang bebas dari penyakit jiwa, seperti syirik, sombong dan ujub.

Ustaz Abdillah Firmanzah Hasan dalam bukunya "Ensiklopedi Amalan Nabi SAW" mengobati penyakit hati tidak seperti mengobati penyakit fisik.

"Karena ia adalah dimensi batinnya yang hanya akan dirasakan oleh pelakunya," katanya.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika segumpal daging tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya. Adapun jika segumpal daging tersebut rusak mereka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah A."(HR Bukhari Nomor 50 dan Muslim nomor 2996).

Ustaz Abdillah mengatakan, cara membersihkan hati adalah mendekatkan kepada Allah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (ikhlas). Hanya dengan hati yang bersih kita menghadap Allah dengan selamat.

Sebagaimana firman-Nya dalam surat As syu'ara ayat 88-89 yang artinya. "Yaitu pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."

Hati menjadi pusat segala amal yang diniatkan dalam hati. Diriwayatkan dari Umar Bin Khattab bahwa Rasulullah bersabda.

"Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat dan sesungguhnya tiap-tiap orang akan memperoleh balasan dari apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju keridhaan Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya itu ke arah keridhaan Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena harta atau kemegahan dunia yang ia harapkan atau karena seorang wanita ingin dinikahinya maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya." (HR. Bukhari).

Ustadz Abdillah mengatakan hadits tersebut menunjukkan bahwa niat memiliki posisi penting dalam setiap perbuatan. Menurut Ibnu Rajab Al Hanbali, seseorang tidak akan mendapatkan hasil dari amalnya, melainkan apa yang telah diniatkan.

"Jika ia meniatkan untuk kebaikan Niscaya akan memperoleh kebaikan dan jika meniatkan untuk kejelekan, maka  akan memperoleh kejelekan," katanya.

Ustaz Abdillah memastikan, amal yang sedikit, tetapi niatnya benar (ikhlas) tanpa mengharapkan pujian atau imbalan duniawi lainnya Allah akan memberi balasan sesuai dengan kehendaknya. Sebaiknya, amal yang banyak tetapi niatnya keliru akan membuat amal tersebut tidak bernilai di sisi Allah.

"Sehingga pelakunya rugi di akhirat," katanya.

Tentang hal tersebut Allah SWT berfirman dalam surat hud ayat 15-16 yang artinya.

"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan balasan penuh atas pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di akhirat kecuali neraka dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan di dunia dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement