Dalam konteks itulah konsep tauhid menjadi pesan utama dari ayat ini, yaitu tiada satupun makhluknya dan apalagi manusia yang memiliki kuasa melebihi dari-Nya. Ilustrasi untuk menggambarkan kelemahan manusia dari ayat ini justru melalui penggambaran sifat manusia dan makhluk lainnya (hewan), yang memiliki banyak keterbatasan, yaitu keharusan untuk istirahat dari terjaga, dan merasakan kantuk dan keinginan untuk tidur.
Keterangan yang menyebutkan bahwa Allah tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur la ta`khudzuhu sinatun wa la naum (لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ) berarti bahwa “Allah selalu terjaga, dan tidak pernah lalai”. Allah mengetahui segala kejadian di langit dan bumi, dan itu menunjukkan keluasan ilmu-Nya.
Allah mengawasi seluruh jiwa, seluruh perkara yang lahir dan batin, dan itu merupakan wujud kesempurnaan-Nya. Inilah salah satu makna dari al-qayyum, yang hidup kekal abadi mengawasi dan mengurusi seluruh ciptaan-Nya.
Allah mengetahui yang segala sesuatu yang manusia tidak mengetahuinya sedikit pun sebagaimana penjelasan Allah dalam ayat yang berbunyi ya’lamu ma baina aidihim wa ma khalfahum (يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ) yang artinya “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”
Adalah karena rentetan ayat ini yang membicarakan dan menegaskan sifat-sifat keluasan ilmu Allah dan kuasa-Nya terhadap alam semesta dan seluruh makhluk-Nya lah, maka ayat ini disebut ayat kursi. Segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, baik yang bernyawa ataupun tidak, berada dalam kuasa-Nya, karena Allah lah Zat yang mengatur segalanya.