REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Emas merupakan komoditas utama yang diperdagangkan di Afrika Barat. Tak mengherankan bila kafilah-kafilah dari utara dan timur pada masa lalu rela mengarungi gersangnya Gurun Sahara demi mencapai kawasan tersebut. Bahkan, hingga kini Afrika Barat dikenal sebagai salah satu penghasil emas utama dunia.
Menurut laporan World Gold Council tahun 2019, Republik Ghanasebuah negara di region tersebut menduduki peringkat ketujuh sebagai negara produsen emas global. Dengan kemampuan produksi 142,4 ton per tahun, Ghana menjadi negara yang paling banyak menghasilkan emas di seluruh Afrika.
Pada abad kesembilan, Kerajaan Ghana bukan negara modern Ghana yang dikenal sekarangmenguasai sebagian besar kota-kota penghasil emas di Afrika Barat. Wilayahnya meliputi daerah perbatasan antara Mauritania dan Mali. Nama aslinya adalah Wagadou, tetapi manuskrip-manuskrip Arab pada masa silam kerap menyebutnya sebagai Negeri Ghana. Padahal, ghana sesungguh nya adalah sebutan atau gelar bagi rajanya.
Banyak sarjana Muslim memuji kekayaan Ghana yang dinilainya berlimpah-ruah emas. Sebagai contoh, ahli sejarah yang juga pengelana dari Baghdad, al-Mas'udi (896-956). Dalam Akhbar az-Zaman, ia mengatakan secara hiperbolis, Tanah di Ghana seluruhnya dilapisi emas.
Begitu pula dengan Ibnu al-Faqih al-Hamadhani, seorang ahli geografi yang hidup pada abad ke-10. Penulis berdarah Persia itu menyatakan dalam Mukhtasar Kitab al-Buldan, Di Negeri Ghana, emas tumbuh begitu saja di atas tanah dan dipetik setiap fajar tiba, tak ubahnya halnya wortel.
Bahkan, pujian senada terus bertahan hingga ratusan tahun sesudahnya. Sejarawan Arab kelahiran Damaskus, Suriah, Syihabuddin al- Umari (1301-1349) mengatakan, di Ghana terdapat dua jenis tanaman yang akarnya terbuat dari emas. Catatan-catatan al-Umari juga menjadi salah satu sumber utama historiografi tentang Mansa Musa.
Kerajaan Ghana berdiri sejak abad kedelapan dan memasuki era kejayaan 100 tahun kemudian. Raja-raja Ghana berasal dari Dinasti Sonin ke. Mereka semua, setidaknya hingga abad ke-11, bukanlah Muslim. Namun, tradisinya selalu memperlakukan kaum saudagar Muslim yang datang dari arah utara dan timur negerinya dengan sangat baik.
Abu Abdullah al-Bakri, seorang ahli sejarah dan geografi, memuji penguasa Ghana pada abad ke-11, Raja Basi, sebagai pemimpin yang mencintai keadilan dan bersikap ramah terhadap Muslimin. Dalam karyanya, Kitab al-Masalik wa al- Mamalik, penulis yang berasal dari Andalusia (Spanyol) itu menuturkan, Ibu kota Ghana terdiri atas dua pe mukiman yang terletak di dataran subur. Salah satunya yang paling luas dihuni Muslimin dan memiliki 12 masjid, yang terbesar di antaranya biasa dijadikan sebagai lokasi sholat Jumat. Raja mem berikan tunjangan kepada imam, muazin, para sarjana, serta hakim.
Imperium Mali Memasuki abad ke- 12, situasi Kerajaan Ghana mulai mengalami kemun duran. Menurut David Conrad dalam Empires of Medieval West Africa (2005), salah satu penye babnya adalah perluasan padang pasir yang memicu penggurunan (desertification) di berbagai lahan setempat. Bekas wilayah kerajaan tersebut sempat mengalami kevakuman pemimpin sebelum akhirnya dikuasai suku bangsa Sosso pada awal abad ke-13.