REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Di era Nabi Muhammad sebelum kenabian, terdapat sekelompok masyarakat yang tidak menyetujui sikap dan kepercayaan mayoritas masyarakat kala itu yang telah menyimpang dari ajaran Nabi Ibrahim. Kelompok ini tidak percaya syirik dan tak mempersekutukan Allah.
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, golongan yang masih dengan keyakinan mempercayai ajaran monoteisme ini disebut Al-Hanafiyun. Kata ini, kata Prof Quraish, awalnya digunakan untuk menggambarkan kaki dengan kecondongan dan kemiringannya ketika berjalan.
Yang kanan condong ke arah kiri, dan yang kiri condong ke kanan. Keadaan demikian menjadikan si pejalan berjalan dengan lurus, tidak mencondong ke kiri, tidak pula ke kanan. Nabi Ibrahim oleh Alquran dinamai hanif.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 120: “Inna Ibrahima kaana ummatan qaanitan lillahi hanifan wa lam yaku minal-musyrikin,”. Yang artinya: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang tokoh yang menghimpun banyak keistimewaan, patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,”.
Al-Hanafiyun dalam kelompok masyarakat Arab ketika itu merasa bahwa mereka mengikuti dan mempertahankan ajaran Nabi Ibrahim. Yang inti dari ajarannya adalah kepercayaan keesaan Allah dan keniscayaan kebangkitan setelah kematian.
Mereka mengecam sikap masyarakat Arab yang mempersekutukan Allah dan dalam saat yang sama tidak berkenan di hati mereka ajaran Yahudi maupun Nasrani yang dianut oleh sebagian masyarakat. Khususnya bagi masyarakat yang bermukim di Madinah.
Baca juga : Mimpi Membuat Saroj Khan Memeluk Islam