REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika Rasulullah dan sekitar 1.400 kaum Muslimin tiba di Hudaibiyyah untuk melaksanakan umrah pada 6 H/628 M tidak untuk berperang. Namum kedatangan itu ditolak oleh kaum musyrik Quraisy.
"Karena itu, mereka menutup pintu masuk perbatasan yang mungkin akan dilewati kaum Muslim," kata Syekh Ahmad Rofi Usmani menuliskan dalam bukunya "Pesona Ibadah Nabi Salat, Zakat, Puasa, Haji"
Setelah terjadi perundingan di antara kedua belah pihak, akhirnya disepakati lah perjanjian Hudabiyyah yang isinya, antara lain, tahun itu Rasulullah tidak boleh memasuki Makkah dan baru tahun berikutnya beliau dan kau Muslimin yang menyertai beliau diperbolehkan mengunjungi Makkah. Kunjungan itupun tidak lama dan hanya tiga hari dengan syarat hanya boleh membawa pedang yang disarungkan.
Syekh Ahmad Rofi mengatakan, terhadap perjanjian itu semula tidak semua sahabat Rasulullah bisa menerimanya dengan sepenuh hati. Umar ibn Khattab salah seorang di antaranya.
Begitu tahu beliau menyepakati perjanjian itu, Umar pun mendatangi beliau dan berkata. "Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebatilan!"
"Ya, benar!" Jawab Rasulullah.