REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tayamum adalah salah satu keringanan dari Allah bagi hambanya untuk bersuci. Kondisi sakit merupakan salah satu syarat yang membolehkan tayamum.
Kondisi darurat sakit ini membuat tayamum boleh dilakukan karena jika memaksakan untuk berwudhu, maka nyawa orang tersebut akan terancam. Namun, apabila tubuhnya masih mampu untuk mandi dengan air, kecuali hanya bagian yang terlukanya saja, boleh saja tetap mandi dengan meninggalkan bagian yang luka. Biasanya bagian luka itu ditutup dengan perban, yang di dalam istilah fiqih disebut dengan jabiirah.
Direktur Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Ahmad Sarwat dalam bukunya Tayammum tidak Mengangkat Hadast Hanya Membolehkan Sholat mengatakan syarat lain yang membolehkan tayamum adalah ketiadaan air. Jika seseorang sudah berupaya mencari air, baik dari air embun, es, mata air, air laut, air sungai tetap tidak menemukannya, maka dibolehkan bertayamum.
Syarat lainnya adalah kondisi darurat dingin yang menusuk tulang, maka menyentuh air untuk berwudhu adalah sebuah siksaan tersendiri. Bahkan bisa menimbulkan madharat yang tidak kecil. Maka bila seseorang tidak mampu memanaskan air menjadi hangat walaupun dengan mengeluarkan uang dia dibolehkan bertayamum.
Tentunya tidak semua orang bisa memiliki alat pemanas air di rumahnya, hanya kalangan tertentu yang mampu memilikinya. Selebihnya, mereka yang kekurangan dan tinggal di desa atau di wilayah yang kekurangan akan mendapatkan masalah besar dalam berwudhu di musim dingin.
"Sehingga pada saat itu bertayamum menjadi boleh baginya," katanya.