REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah tidak akan menerima jika seorang wanita ciptaan-Nya direndahkan oleh suaminya. Allah Mahakuasa dalam membela hak-hak istri apabila pria membayangkan derajatnya lebih tinggi dibanding istrinya dan dengan begitu dia bisa menindasnya.
Atau apabila wanita membayangkan bahwa pria membelanya hanya dengan membiarkannya berada di sisinya. Pernikahan bukan berarti penghinaan karena hakikat pernikahan adalah kasih sayang dan kebajikan
Patuh kepada suami dan menghormati haknya sebagai pemimpin/kepala rumah tangga diatur dengan beberapa syarat sebagai berikut, seperti dikutip dari Buku Pegangan Utama Fiqih Wanita: Segala Hal yang Ingin Anda Ketahui tentang Perempuan dalam Hukum Islam oleh Majdah Amir.
- Karena memberi nafkah merupakan tugas dan tanggung jawab pria, kegagalan memenuhi tugas dan kewajiban itu akan membuat pria kehilangan hak kepemimpinannya. Seorang wanita berhak mengajukan perceraian jika suaminya tidak mampu memberinya nafkah lahir.
- Kepatuhan itu harus dilakukan dalam masalah-masalah yang tidak menyebabkan ketidakpatuhan terhadap Allah Swt. atau bertentangan dengan ketentuan ilahi yang mana pun. Rasulullah saw. bersabda, "Orang tidak boleh mematuhi orang lain dalam hal yang tidak diridhai Allah, Pencipta kita." (HR Ahmad dan al-Hakim).
- Kepatuhan harus diberikan dalam perkara-perkara yang layak dan pantas, bukan yang menunjukkan kezaliman atau perilaku plin-plan.
Baca juga: Mengapa Pria Diberi Kewenangan Menjadi Pemimpin?