REPUBLIKA.CO.ID,Kawin lari terjadi manakala hubungan sepasang kekasih tak direstui orang tua. Sebelum bicara tentang hukum kawin lari, seharusnya baik orang tua maupun pasangan tersebut mengkaji lebih dalam mengenai perintah agama tentang pernikahan.
Di dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmidziy dan Imam Ahmad dijelaskan, apabila ada seorang yang melamar gadis padahal agama dan akhlak pemuda itu baik, Nabi memerintahkan agar orang tua wali mengawinkan anak gadisnya dengan pemuda itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dari segi hukum, sah atau tidaknya perkawinan dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa rukun perkawinan adalah empat yakni: calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi dan keempat ijab serta kabul. Wali menjadi penentu predikat kawin lari tersebut. Wali bagi calon pengantin perempuan diwajibkan karena dia tidak bisa menikahkan dirinya sendiri.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)
Rasulullah SAW pun dengan tegas melarang perempuan yang menikah tanpa seizin walinya. Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Menurut para ulama Syafi’iyah, para wali memiliki urutan yang ditetapkan yakni ayah, kakek, saudara laki-laki, anak saudara laki-laki (keponakan), paman, anak saudara paman (sepupu). Pengertian wali wanita adalah kerabat laki-laki calon pengantin perempuan dari jalur ayah, bukan ibu. Ketika kerabat yang lebih dekat seperti ayahnya masih hidup, maka tidak boleh kerabat yang jauh menikahkan calon pengantin itu. Akan tetapi, hukumnya berbeda jika wali mewakilkan kepada orang lain seperti ayah kepada paman.
Meski demikian, calon pengantin perempuan memang masih bisa menikah ketika tidak ada wali nasab. Pasal 23 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan jika wali hakim baru bisa bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau wali itu enggan menjadi wali.
Majelis Tarih Muhammadiyah pun mengungkapkan, perwakinan lari bisa saja sah saat syarat dan rukunnya terpenuhi. Hanya, kawin lari karena menghindari atau menjauhi orang tua/wali yang utama bisa dikategorikan kurang baik — meski kesalahan datang dari pihak orang tua. Semestinya, calon pengantin menunggu sampai orang tua sadar akan kekeliruannya sehingga mengizinkan.
Jika alasan orang tua memang baik dan benar, Majelis Tarjih Muhammadiyah pun menilai pelaksanaannya meski sah — dengan kriteria di atas — termasuk perbuatan dosa.