REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keruntuhn yang menimpa umat Islam dalam kurun-kurun waktu terakhir bersumber pada sebab-sebab yang berkaitan dengan ilmu, ekonomi, dan politik. Akan tetapi, tidak adanya pendidikan yang tepat dan akhlak yang kukuh adalah akibat kesalahan dalam sistem pendidikan, terutama dengan meratanya kelinglungan dan kemasabodohan wanita.
Hal itu disampaikan guru besar Universitas Al Azhar, Kairo Mesir, almarhum Syekh Muhammad Al-Ghazali, dalam bukunya yang berjudul “Merindu Islam Nabi: Keprihatinan Seorang Juru Dakwah”. Menurut dia, dalam adab-abad pertama Islam, kaum wanita bahkan melaksanakan sholat tarawih di masjid-masjid yang dikhususkan bagi mereka.
Sampai akhirnya, menurut dia, datang orang-orang yang melarang mereka melaksanakan sholat-sholat fardhu di rumah-rumah Allah. Waktu itu, menurut dia, kaum wanita juga ikut memberikan baiatnya kepada AliImam (pemimpin kaum Muslimin) untuk membela agama Islam dan memperjuangkan keluhuran akhlak.
“Sampai datang orang-orang tertentu yang sengaja membodohkan mereka dalam semua masalah penting dalam Islam, serta dalam memerangi musuh-musuh yang selalu ingin menghancurkannya,” kata Syekh Al-Ghazali.
Dia menjelaskan, seseorang yang berpendapat bahwa memenjarakan wanita itu perlu pernah berkata, “Kita akan mengajari mereka segalanya. Tetapi, mereka tidak boleh keluar dari rumah-rumah mereka.”
Lalu, Syekh Al-Ghazali pun bertanya, “Sekarang ini kita tenggelam dalam daya-upaya yang amat melelahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kalian, dan hampir-hampir tidak berhasil sedikit pun. Bagaimana kami dapat menyerahkan tugas-tugas untuk mendidik dan mengajar kepada kalian?”
Syekh Al-Ghazali mengatakan, Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya saja membuka pintu masjid bagi kaum wanita dan mengizinkan sebagian mereka ikut pergi bersama pasukan tentara. Karena itu, Islam sebenarnya tidak dapat dipelajari dari orang-orang yang bepikiran sempit seperti itu, yang memenjarakan kaum wanita di rumah.
Menurut Syekh Al-Ghazali, masyarakat yang dibentuk Alquran dan sunnah pasti menjadikan wanita sebagai manusia yang melahirkan putra-putri terhormat dan cemerlang akhlaknya, bukan seekor hewan yang yag hanya melahirkan hewan-hewan lainnya.
Namun, Syekh Al-Ghazali kini telah menemukan beberapa wanita dalam Islam yang melaksanakan amal kebaktia di rumah-rumah para mahasiswi, serta mendirikan lembaga-lembaga kesehatan dan pendidikan.
Di antara tokoh-tokoh mereka yang menonjol adalah Zuhairah Abidin, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kairo. Muslimah tersebut pernah meminta bantuan Syekh Al-Ghazali agar mengeluarkan fatwa sederhana, yang “melarang” lulusan Fakultas Farmasi lainnya hanya tinggal di rumahnya dan mencari nafkah dengan menjahit pakaian.
Sebab, ada seorang “ulama” yang pernah berkata kepada Zuhairah Abidin bahwa seorang wanita tidak boleh melihat seorang laki-laki ataupun dilihat oleh seorang laki-laki. Maka, Syekh Al-Ghazali pun berkata kepada Zuhairah,
“Ini adalah fatwa dari seorang yang kurang waras, yang tidak mengetahui banyak tentang Islam. Ia dan orang-orang seperti ia adalah sanjungan musuh-musuh Islam. Islam tidak pernah mengharamkan kaum wanita berjual-beli dan melakukan transaksi-transaksi dengan manusia lainnya, selama ia dalam busananya yang Islami, memiliki kesopanan Islam, tidak ber-tabarruj (memamerkan keindahan tubuh) dan berhias secara menyolok, memelihara dirinya serta kehormatannya dari manusia-manusia serigala.”