Jumat 19 Mar 2021 08:44 WIB

Bahasa Arab: Dulu Pasang, Kini Surut

Apakah bahasa Arab adalah bahasa terkuat di dunia?

Bahasa Arab: Dulu Pasang, Kini Surut
Foto:

Kekhawatiran ini bukan hanya terjadi di negara-negara Arab musta’ribah, yakni bangsa-bangsa yang menjadi Arab karena diarabkan atau terarabkan (Arabized), seperti misalnya bangsa-bangsa Arab Levant (Biladu Syam: Lebanon, Suriah, Yordania, Palestina), Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair dan Maroko, melainkan yang lebih mengejutkan lagi juga bangsa-bangsa Arab asli, seperti Arab Teluk.

Intinya adalah bahwa betapa bahasa Arab semakin ditinggalkan oleh generasi muda di negeri Arab sendiri. Anak-anak muda Arab semakin jauh dari bahasa Arab.

Seorang guru di Lebanon mengeluhkan betapa muris-muridnya sudah mulai belepotan berbicara bahasa Arab, dan jauh lebih fasih berbicara dalam bahasa Inggris. Bahkan ketika sang guru menanyakan sesuatu dengan bahasa Arab, muridnya menjawab dengan bahasa Inggris.

Para muridnya sudah tidak bisa lagi berbicara dalam bahasa Arab dengan benar dan karena itu mereka berbicara dalam bahasa Inggris atau Prancis. Apalagi di Lebanon yang dikenal sebagai bangsa poliglot (polyglot nation, multilingual nation), yakni bangsa yang menguasai dan bisa berbicara dalam banyak bahasa, setidaknya tiga bahasa: Arab, Inggris dan Prancis.

Bahasa Arab di sini pun terutama adalah bahasa Arab kolokial (colloquial) atau bahasa percakapan sehari-hari, bukannya bahasa Arab baku (modern standard Arabic), apalagi jelas bukan bahasa Arab Fusha atau klasik (classical Arabic). Bahasa Arab fusha dan standar hanya dipakai dalam pidato-pidato resmi presiden dan pejabat tinggi negara dalam acara-acara yang resmi pula, ceramah atau khutbah Jumat di masjid, dan khutbah kebaktian di gereja.

Di Lebanon nasib bahasa Arab klasik atau fusha lebih mengundang kekhawatiran yang lebih luas lagi. Keluhan yang sama juga terjadi di Mesir.

Dengan bahasa Inggris yang sangat sempurna seorang muda keturunan Arab yang tinggal di Amerika Utara mengatakan: “I forgot my Arabic tongue, and lost my homeland in the process. I feel like I’m slowly becoming more and more disconnected from my Arab roots’’.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement