REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Alquran merupakan mukjizat yang tidak bisa disangkal umat Islam sama sekali. Kemukjizatan Alquran dapat ditelusuri dari beragam aspek, salah satunya dengan melakukan diskursus Alquran dari sisi keterkaitan pesan-pesan yang melekat antara satu dengan surat yang lainnya.
Dilansir di Alukah, Kamis (18/3), contoh pertama dijelaskan, bahwa kesesuaian yang dipastikan salah satunya adalah Surat Al-Hajj dengan Surat Al-Anbiya yang posisi surat berada di urutan sebelumnya dalam susunan Alquran. Dan kesesuaian di antara kedua surat tersebut dapat terlihat dari beberapa hal.
Pertama, dalil-dalil yang berada di dalam Surat Al-Anbiya dilandasi dengan ayat-ayat yang bernuansa tauhid. Sedangkan di dalam Surat Al-Hajj, Allah memberikan penegasan mengenai pengetahuan melalui dua bukti, yakni pengutusan dan kebangkitan. Dalam hal ini terdapat rangkaian maksud yang berurut yang membuat maknanya semakin terhubung satu sama lain.
Kedua, dalam Surat Al-Anbiya disebutkan mengenai kisah paramNabi serta bukti mengenai kebenaran atas risalah yang mereka bawa. Bukti-bukti kebenaran dari risalah yang dibawa dimaksudkan untuk umatnya agar beriman.
Adapun dalam Surat Al-Hajj, dijelaskan mengenai perkara-perkara keimanan terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Bagaimana Allah SWT menciptakan langit dan bumi, penciptaan manusia, serta tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Ketiga, begitu pun sesungguhnya Allah SWT di dalam Surat Al-Anbiya, penegasan mengenai ketauhidan tidak disebutkan dengan menjelaskan kondisi para Nabi dengan umatnya. Melainkan sebuah kisah tentang bagaimana ketegaran para Nabi dalam membawa risalah Allah SWT di saat umatnya berpaling, atau enggan menerima risalah tersebut.
Adapun Allah SWT di dalam Surat Al-Hajj memberikan penekanan bahwa tertolaknya dakwah para Nabi adalah teguran bagi orang-orang musyrik. Sehingga Allah memberikan peringatan bahwa barangsiapa yang percaya, maka ia akan diganjar dengan keberkahan dan kenikmatan-Nya.
Contoh kedua dijelaskan, bahwa kesesuaian yang dipastikan salah satunya adalah Surat An-Nur dengan Surat Al-Mu’minun yang posisi surat berada di urutan sebelumnya dalam susunan Alquran.
Kesesuaian kedua surat tersebut setidaknya dapat dilihat dengan proporsi sebagai berikut. Pertama, sebagaimana yang diungkapkan Syekh Said Hawwa. Yakni bahwa Surat An-Nur berbicara mengenai hukum-hukum yang menjadi tuntunan umat Islam, yakni hukum syariat yang berkaitan dengan sistem sosial kebangsaan.
Sedangkan dalam Surat Al-Mu’minun, Syekh Said menyatakan surat tersebut berbicara mengenai persatuan Islam sepanjang zaman. Sehingga terdapat kesamaan di antara keduanya. Allah berfirman dalam Surat Al-Mu’minun ayat 52:
وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ “Wa inna hadzihi ummatukum ummatan waahidatan wa ana Rabbukum fattaqun.” Yang artinya: “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua. Agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”.
Dijelaskan bahwa ayat tersebut berbicara mengenai hakikat persatuan umat Islam (Ummatan Islamiyah). Kedua, dijelaskan bahwa di dalam Surat Al-Mu’minun ayat 5, Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ “Walladzinahum lifurujihim haafizhun.” Yang artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.” Adapun di dalam Surat An-Nur, banyak disebutkan mengenai hukum-hukum dalam menjaga kemaluan.
Dalam menjaga perkara itu, manusia dapat diarahkan menuju tatanan sosial yang terbebas dari perzinaan. Surat tersebut diawali dengan pembicaraan mengenai hukuman bagi orang-orang yang berzina dan mencemarkan nama baik.
Sumber: alukah