Ahad 14 Mar 2021 20:07 WIB

Saat Ulama Lakukan Kesalahan, Apa Sikap yang Kita Ambil? 

Ulama juga manusia berpotensi melakukan kesalahan

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ulama juga manusia berpotensi melakukan kesalahan. Ilustrasi ulama
Foto:

Dan Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Dan kemungkaran yang wajib pengingkarannya yaitu yang disepakati kemungkarannya, adapun yang didalamnya ada perbedaan pendapat (tentang kemungkarannya) di antara sahabat-sahabat kami ada yang mengatakan tidak wajib mengingkarinya atas orang yang melakukannya karena dia mujtahid, atau seorang muqallid yang mengikuti mujtahid dalam perkara taqlid yang diperbolehkan.”

Dan Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Masalah-masalah ijtihad, siapa yang beramal dengannya, berdasarkan pendapat sebagian ulama, tidak boleh diingkari dan tidak pula diboikot. Dan siapa yang mengamalkan salah satu dari dua pendapat, maka tidak boleh diingkari.”

Keenam, Kesetaraan dan keadilan. Kita seharusnya tidak berpihak pada seseorang yang melawan kebenaran, dan pada saat yang sama kita juga tidak menyerang orang yang bersalah, akan tetapi memberikan haknya dengan penuh keadilan dan kesetaraan sesuai porsinya.

Kita tidak perlu menonjolkan akhlak mulia di antara kita untuk menegakkan agama dan menjaga kesucian umat Islam. Imam al-Dzahabi yang mengeluhkan kurangnya keadilan pada masanya berkata, "Kami datang pada saat seseorang tidak dapat mengucapkan keadilan, dan kami meminta keselamatan Tuhan.”

Manusia tidak pernah adil, kecuali mereka yang memiliki belas kasihan kepada Tuhan. Daud Bin Yazid berkata, “Saya mendengar Imam Sya’bi berkata: “Andai aku benar dalam sembilan puluh sembilan masalah, dan salah dalam satu masalah, pastilah mereka mengambil yang satu dan mengabaikan yang sembilan puluh sembilan."

Ibn al-Qayyim mengatakan, “Barangsiapa yang mempunyai ilmu tentang syariat dan kenyataan, maka ia akan mengetahui secara pasti bahwa seseorang (ulama) yang mempunyai andil besar dalam al-Islam dan rekam jejak yang baik, maka ia di dalam Islam dan ahlinya menduduki suatu kedudukan yang mana terkadang terjadi kesalahan dan ketergelinciran padanya dengan kesalahan yang diampuni, bahkan diberi pahala atas ijtihadnya. Maka ketergelincirannya tidak boleh diikuti namun kedudukannya dan ke-imam-annya juga tidak boleh dijatuhkan dari hati kaum Muslimin.”

Karena itu, perlu dibedakan antara menanggapi ucapan dan membantah apa yang dikatakannya. Tapi, sayangnya ada sebagian orang yang sengaja mencari kesalahan ulama, sehingga dia mempublikasikan dan menyebarkan kesalahannya.

 

Sumber: Saaid

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement