REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap muslim yang membaca dan mendengarkan Alquran akan mendapatkan kebaikan di dalamnya. Namun mana yang lebih utama, membaca atau mendengarkan Alquran?
Dalam buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi'i karya Abu Ya'la Kurnaedi disebutkan, baik membaca maupun mendengarkan Alquran mengandung kebaikan yang banyak. Nabi sendiri pernah mendengarkan Alquran dari Ibnu Mas'ud dan Sahabat lain.
Meski demikian, tilawah atau membaca Alquran lebih banyak pahalanya berdasarkan sabda beliau: "Barang siapa membaca satu huruf dari Kitabullah maka dia mendapatkan satu pahala, dan satu pahala dilipatgandakan menjadi 10 pahala. Aku tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf" (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta).
Di samping itu, ada waktu-waktu yang perlu diperhatikan oleh umat, karena ini lebih diharapkan untuk mendapatkan rahmat Allah Ta'ala. Waktu yang paling utama yakni ketika shalat (setelah membaca surah al-Fatihah), kemudian pada 1/3 malam terakhir, membaca pada malam hari, sewaktu fajar, ketika subuh, dan di waktu-waktu siang, al Itqan fi Ulumil Quran karya al-Hafizh Jalaludin as-Suyuthi.
Begitu juga disukai membaca Alquran di tempat yang bersih, jauh dari hal-hal yang bisa mengganggu tilawah. Sebaik-baik tempat membacanya adalah masjid, sebagaimana dikatakan Imam an-Nawawi. Karena selain bersih, ia juga tempat yang paling mulia di atas muka bumi ini.
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: "Jangan membaca di pasar-pasar, di tempat-tempat permainan dan hiburan, dan di perkumpulan orang-orang pandir. Tidakkah Anda perhatikan bahwa Allah menyebutkan sifat hamba-hamba-Nya (Ar-Rahman), serta memuji mereka seperti dalam firman-Nya: 'Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya (Alquran surat Al-Furqan, ayat 72). Ini sekedar berlalu, lantas bagaimana apabila berlalu dengan membaca Alquranul karim di antara orang-orang yang suka melakukan perbuatan yang sia-sia dan kumpulan orang-orang pandir?", At-Tibyan fi Afdhali Adzkar.
Rossi Handayani