REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ‘Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.’ (QS Al-Isra’: 1)
Ismail ibnu Katsir dalam Tafsir Alquran al-Azim, dijelaskan penafsiran dari perjalan isra’ mi’raj Rasulullah yang terkandung dalam surah Al-Isra’ ayat satu. Ayat yang diawali dengan ‘Maha suci (Allah)’ merupakan pujian Allah SWT atas diri-Nya sendiri, karena kekuasaan-Nya atas apa yang tidak dikuasai oleh siapapun selain Dia.
“Dengan demikian, tidak ada Tuhan (yang berhak diibadahi) selain Dia dan tidak ada pula Tuhan selain diri-Nya saja,” jelas Ibnu Katsir yang dikutip Republika.
‘Yang telah memperjalankan hamba-Nya’, yaitu Nabi Muhammad SAW. “Pada suatu malam dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa” ditafsirkan sebagai perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram di Mekah ke Baitul Maqdis yang terletak di Iliya yang merupakan pusat para Nabi sejak Nabi Ibrahim.
“Oleh kareNanya, mereka berkumpul disana (Iliya) untuknya. Baginda (Ibrahim) menjadi imam mereka di tempat dan rumah mereka semua. Dengan demikian menunjukkan beliau adalah seorang imam besar dan pemimpin terdepan,” tulis Ibnu Katsir.
‘Yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepada-Nya sebagaian dari tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.’
Lanjutan ayat satu surah Al-Isra’ ini dijelaskan Ibnu Katsir sebagai berbagai tanaman dan buah-buahan yang sengaja diperlihatkan kepada Muhammad SAW sebagai tanda kebesaran Allah SWT yang Maha Mendengar perkataan hamba-hambanya, baik yang beriman maupun yang kafir, yang dusta maupun yang jujur. Dan Maha Melihat semua perbuatan mereka (makhluk-Nya), maka kelak Allah SWT akan memberikan kepada masing-masing darinya dari segala apa yang menjadi haknya di dunia dan di akhirat.