REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Barangkali bagi mayoritas umat Islam, nama Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani tak asing didengar, terutama bagi kalangan pesantren. Ulama yang satu ini memiliki banyak peninggalan karya-karya keislaman dan juga memberikan kesan semasa hidupnya bagi kalangan pembesar dan raja-raja.
Dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karya Syekh Muhammad Said Mursi dijelaskan, nama asli Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Kinani Al-Asqalani. Beliau kerap dikenal dengan panggilan Abu Fadhal, namun gelarnya Syihabuddin yang paling dikenal umum dengan panggilan Ibnu Hajar. Sebuah gelar dari salah satu kakek moyangnya.
Imam Sakhawi pernah menceritakan mengenai sosok Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. Beliau berkata: “Karya-karyanya tersebar semasa dia masih hidup, para raja banyak memberi hadiah untuknya dan para pembesar banyak menulis mengenai dia (Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani),”.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa sosok Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani merupakan pribadi yang banyak duduk untuk mempelajari hadis, membaca, dan menulisnya sehingga hal itu menambah kemasyhuran fatwanya. Orang-orang mencari dan menimba ilmu darinya lantaran kecerdasan, hafalan, kefasihan, serta pengetahuan beliau tentang syair-syair terdahulu maupun yang mutakhir.
Imam Ibnu Hajar juga merupakan seorang qadhi (hakim) namun berkali-kali beliau mengundurkan diri. Beliau didapuk menjadi seorang qadhi karena kematangannya dalam ilmu, sedangkan undur dirinya dari jabatan itu juga untuk menguatkan pendapatnya yang tidak diragukan lagi oleh para raja.
Menjadi wali dari para guru-guru hadis dan mengajarkan ilmu fikih di beberapa tempat di negeri Mesir. Beliau juga sering naik mimbar sebagai khatib di Masjid Amru bin Ash dan juga Masjid Al-Azhar. Adapun karya-karyanya antara lain Fathul-Bari Syarah Shahih Bukhari, Al-Ishabah fi Tarmizi Asma’I As-Shahabah, dan Raf’u Al-Ishri fi Qadhi Mishri.