REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Alquran menceritakan tentang kisah-kisah peradaban terdahulu yang kini sudah tiada. Alquran juga berisi soal situasi negeri-negeri terdahulu yang tidak memiliki kontak langsung dengan orang-orang di Jazirah Arab.
ذَٰلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ ۖ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ "Demikian itu (adalah) diantara berita-berita yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); padahal kamu tidak berada pada sisi mereka, ketika mereka memutuskan rencananya (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur) dan mereka sedang mengatur tipu daya.” (QS Yusuf: 102)
Ya, begitulah kaum Muslim terdahulu mengetahui kisah-kisah dari zaman sebelum mereka. Lalu bagaimana ahli kitab terdahulu mengetahui kisah-kisah di zaman sebelum mereka? Apakah lewat kitab sucinya?
Kisah-kisah tersebut disampaikan melalui para tetua di antara para rabi mereka, yang menghabiskan hidupnya untuk belajar dan mendalami pengetahuannya. Kisah-kisah ini disampaikan oleh para tetua karena saat itu tidak ada yang dapat membuktikan bahwa Nabi mereka telah menerima pengetahuan tersebut, baik dari Makkah atau tempat lain.
Tidak menutup kemungkinan itu hanya alasan mereka saja. Sebab siapapun juga mengetahui, sikap mereka yang demikian itu adalah bentuk penolakan terhadap ajakan untuk bertauhid pada Allah SWT. Apalagi, tidak satupun dari para rabi yang mengaku telah menyampaikan pengetahuan tentang kisah-kisah terdahulu.
Jika cara penyampaian seperti para rabi itu terjadi pada diri Nabi Muhammad SAW, tentu Nabi SAW tidak mungkin bisa menerima kisah-kisah umat terdahulu. Maka, tidak ada cara untuk mengetahui kisah-kisah umat terdahulu, kecuali melalui wahyu.
Dalam hadits riwayat Ahmad, disebutkan bahwa ada sejumlah ulama Yahudi yang mendatangi Nabi Muhammad SAW, dan berkata, "Wahai Abu al-Qasim, sampaikan tentang hal yang kami akan tanyakan, yang hanya diketahui seorang Nabi."
Lalu mereka bertanya makanan apa yang dilarang Israel sebelum Taurat diturunkan. Kemudian Nabi Muhammad SAW mengatakan, waktu itu orang-orang Israel sakit parah sehingga terjadi penyakit yang berkepanjangan. Sehingga dia (Nabi Musa AS) bernazar jika Allah SWT menyembuhkannya maka dia rela kehilangan makanan dan minuman yang paling disukainya. Lalu para ulama Yahudi itu berkata, "Ya, itu benar."
Sumber: islamweb