REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dzun-Nun Al-Mishri adalah seorang tokoh sufi besar di abad ketiga Hijriyah. Nama lengkapnya, Abu al-Faidl Tsauban Dzun Nun bin Ibrahim al-Mishri (wafat 245 H/859 M). Dia lahir di Ikhkim atau Akhmim, di tepi bagian timur Sungai Nil, yang di masa lalu dikenal dengan nama Panopolis.
Dalam bukunya yang berjudul “Allah dan Alam Semesta: Perspektif Tasawuf Falsafi”, Prof KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa Dzun Nun dikenal sebagai seorang hakim (sufi-filsuf), dan ahli dalam teknik alchemy (al-kimiya’).
Menurut Kiai Said, Dzun Nun juga dikenal sebagai salah seorang tokoh sufi, layak disebut sebagai peletak dasar ilmu tasawuf falsafi (theosophical sufism), dan banyak menggunakan bahasa isyarat atau bahasa simbolik, sesuatu yang tidak ditemukan pada tokoh-tokoh sufi sebelumnya.
Penulis kitab Tarajim ash-Shufiyah, Al-Jami memujinya dalam kutipan berikut: “Dzun Nun al-Misri adalah master-nya kaum sufi. Semua tokoh sufi sesudahnya mengambil darinya, dan mengikat garis keilmuan dengannya. Beliaulah yang dikenal pertama membuka tabir rahasia bahasa simbolisme kaum sufi, dan berkomunikasi dalam bahasa tersebut.”
Selain itu, menurut Kiai Said, Dzun Nun juga merupakan tokoh pertama yang berbicara pertama di Mesir tentang ahwal dan maqamat kesufian. Dikabarkan, sejumlah ulama dan ahli fiqih di MEsir menganggapnya sesat, zindiq, dan kafir.
Dzun Nun pun dipanggil Khalifah al-Abbasi al-Mutawakkil untuk menghadap ke Baghdad, lalu diamankan dan dijebloskan ke dalam penjara. Tidak lama berselang, dengan penuh hormat dan nada sesal, sang khalifah pun melepaskannya, lalu Dzun Nun pulang kembali ke Mesir.
Kiai Said menjelaskan lebih lengkap tentang sosok Dzun Nun dan pemikirannya di dalam buku Allah dan Alam Semesta”. Kiai Said meluncurkan buku terbarunya pada Jumat (5/2)lalu. Buku tersebut berasal dari hasil disertasi Kiai Said untuk mencapai gelar doktor di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Aqidah Filsafat, Universitas Umm Al-Qura, Makkah, Arab Saudi.