REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sahabat Rasulullah, Umar bin al-Khattab senantiasa memperhatikan hak-hak finansial dari Ahlul Bait. Dia mendahulukan unsur kekerabatan dengan Nabi SAW agar dapat memperoleh hibah.
Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, pada masa Rasulullah belum ada lembaga negara yang dibuat secara formal untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Lembaga kas negara atau yang dikenal Baitul Mal, misalnya pada masa beliau, belum ada meskipun fungsi-fungsinya sudah berjalan.
Sebab, setiap kali ada fa'i (harta yang didapatkan kaum Muslimin dari orang-orang non-Muslim selain dari jalur peperangan) yang datang, beliau langsung membagi-bagikannya pada hari itu juga. Hal itu terus berlangsung sampai masa kekhalifahan Abu Bakar.
Pada masa kekhalifahan Umar, kas negara semakin sehat bahkan mencapai surplus. Pemasukan negara yang diperoleh dari kaum non-Muslim, baik melalui peperangan maupun perdamaian, semakin menumpuk seiring dengan semakin banyaknya penaklukan.
Seiring dengan itu pula, anggaran belanja Daulah Islam meningkat. Kondisi ini menuntut adanya tata kelola kas negara yang lebih terpadu dan terlembaga sehingga arus pemasukan dan pengeluaran negara menjadi lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya, Umar pun membuat Baitul Mal.