REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Keutamaan sholat berjamaah 27 derajat dibandingkan dengan sholat sendirian. Apalagi jika sholat berjamaah dilakukan di masjid.
Hal ini sebagaimana hadits yang diriyawatkan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((صلاة الرجل في الجماعة تضعف على صلاته في بيته وفي سوقه خمسة وعشرين ضعفا، وذلك أنه إذا توضأ فأحسن الوضوء ثم خرج إلى المسجد لا يخرجه إلا الصلاة، لم يخط خطوة إلا رفعت له بها درجة، وحط عنه بها خطيئة، فإذا صلى لم تزل الملائكة تصلي عليه ما دام في مصلاه: اللهم صل عليه، اللهم ارحمه، ولا يزال أحدكم في صلاة ما انتظر الصلاة))
"Sholat seorang laki-laki dengan berjamaah dibanding sholatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan sholat berjamaah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan sholat, maka malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat sholatnya, 'Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia'. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan sholat selama dia menanti pelaksanaan sholat."
Ustadz Hanif Luthfi menjelaskan, hadits di atas berlaku untuk sholat berjamaah di masa aman tanpa adanya uzur syari. Namun jika merujuk pada masa pandemi, dimana ada imbauan untuk menghindari sholat berjamaah di masjid, maka meskipun sholat berjamaah di rumah namun pahalanya insya Allah akan serupa.
“Jika ada uzur syari, baik uzur yang bersifat personal atau uzur bersama, maka insya Allah transfer pahala berjamaah tetap akan didapat, meski sedang sholat from home,” jelas Ustad Hanif yang dikutip di Rumah Fiqih Indonesia, Senin (22/2).
Dalam riwayat yang lain dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda tentang konsekuensi dari uzur itu:
إذَا مَرِضَ العَبْدُ، أوْ سَافَرَ، كُتِبَ له مِثْلُ ما كانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا “Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR Bukhari)
Dari hadits itu, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan...