REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam memberikan kemudahan kepada pemeluknya dalam menjalankan syariat. Salah satunya bertayamum sebagai pengganti berwudhu. Pendakwah yang juga Kepala Lembaga Peradaban Luhur Ustadz Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan surat An Nisa ayat 4 yang menjadi pijakan argumentasi bolehnya bertayamum sebagai pengganti wudhu karena sebab sakit atau sulit menemukan dan mendapatkan air.
"Dari ayat ini setidaknya ada dua sebab atau alasan dibolehkannya bertayamum, yaitu kondisi sakit dan ketiadaan air ketika dalam keadaan bepergian, sepulang dari buang air, atau junub. Ayat ini juga memberikan arahan bahwa tayamum tidak saja boleh menggantikan wudhu, tetapi juga mandi besar," kata Ustadz Kiki kepada Republika.co.id, Kamis (18/2)
Menurutnya yang juga menjabat Sekretaris Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) DKI Jakarta menjelaskan dalam pendapat Imam Al-Ghazali di kitab Ihya Ulumiddin lebih rinci lagi menjelaskan sebab-sebab seseorang boleh melakukan tayamum. Sebab itu, yaitu siapa saja yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan buas, sulit karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minim dirinya atau minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga sepadan (normal), atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardhu.