REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kerajaan Pasai di Aceh menjadi penanda kuat lahirnya peradaban kerajaan Islam di Indonesia. Pengaruh kerajaan ini cukup besar kepada budaya di luar Aceh, akulturasi budaya Islam yang meresap dalam budaya kerajaan ini salah satunya dapat dilihat dari model-model makamnya.
Pengamatan terhadap bukti-bukti arkeologis di Aceh menunjukkan bahwa budaya masyarakat wilayah tersebut memang tersebar luas di sejumlah wilayah Indonesia. Salah satu buktinya adalah dengan ditemukannya batu nisan Aceh di luar Aceh. Menariknya, batu nisan bergaya Aceh itu tidak diidentifikasi berasal dari daerah di mana batu nisa itu ditemukan.
Artinya dapat dimungkinkan penyebaran batu nisan Aceh merupakan salah satu fenomena budaya, di mana kemajuan kebudayaan Aceh telah diserap kelompok masyarakat non-Aceh. Dalam buku Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis dalam Islam karya Hasan Muarif Ambary dijelaskan, nisan merupakan salah satu atribut pemakaman dalam islam. Dalam sistem pemakaman ini, umumnya pengamatan diarahkan terhadap monumen, khususnya bentuk makam. Dan makam-makam yang beralkutarasi dengan kebudayaan Islam terdiri dari lahad, jirat, cungkup (bangunan untuk melindungi makam), serta nisan. Dan budaya Aceh melalui kerajaannya menyerap budaya Islam dengan kuat.
Misalnya, pada makam Sultan Malik As-Saleh dari Kerajaan Pasai nampak terlihat bahwa nisannya berdiri di atas sebuah jirat yang tersusun dalam tiga tingkat. Nisan bagian kepala maupun nisan bagian kaki berbentuk sama dan terbuat dari batu andesit. Tingginya dari bagian kaki hingga puncak setinggi 0,70 meter dan lebarnya sebesar 0,35 meter. Adapun di bagian kaki terdapat pahatan berbentuk segitiga, yakni di bagian tengah. Sementara di kedua sisinya, baik di kiri maupun kanan, terdapat hiasan berbentuk antefik.
Lalu di bagian tengahnya yang berbidang lebar, terdapat bingkai yang dibagi dalam tiga susun di mana masing-masing dibatasi sebuah batas pemisah berupa garis. Bingkai ini diisi dengan tulisan Arab, dan puncak dari nisan ini merupakan mahkota yang disusun dalam tiga tingkat yang menyerupai sebuah lotus.
Model dari batu nisan dari makam Sultan Malik As-Saleh dijadikan prototipe. Yakni dengan bentuk bucrane-nya serta bentuk-bentuk lain dari perkembangan variasi bentuknya. Hal ini disebabkan dari bermulanya Kerajaan Samudera Pasai sebagai pusat kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Dalam perkembangannya, selain di Pasai dan Aceh, bentuk ini juga ditemukan di situs-situs kubur di wilayah lain. Seperti di Barus dan beberapa situs di pantai barat Sumatera, hingga Lampung. Di pantai timur, ia juga berkembang dari wilayah asal ke semenanjung Malaysia, Bintan, Jawa (terutama pantai utara Jawa) seperti Banten dan Jakarta.
Maka setelah abad ke-17, nisan bermodel budaya Pasai dan Aceh ini mulai berkembang ke daerah-daerah Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan seterusnya. Dari pengamatan arkeologis itulah, dijelaskan bahwa bentuk bucrane merupakan tahap awal persebaran model makam ke wilayah luar Aceh.
Sesudah masa itu, maka berkembanglah bentuk-bentuk berikutnya yakni segi empat panjang (rectangular) dan bundar (silindrik). Semua bentuk-bentuk terakhir ini berkembang pada fase abad ke-17 hingga abad ke-19 Masehi.
Untuk itu dari pengamatan bentuk dan persebarannya, dari situs-situs makam di berbagai wilayah Nusantara, maka boleh dikatakan di sanalah kebudayaan Aceh melalui arsitektur makamnya populer dan dikenal dengan istilah Batu Aceh. Yang mana hal ini mengembangkan satu pola budaya yang jauh merambah wilayah Nusantara dan tempat-tempat Muslim lain di Asia Tenggara, seperti tanah semenanjung dan Patani di Thailand Selatan.