REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dalam penegasan tanggung jawab terhadap kepemimpinan yang dibebankan kepada suami dalam rumah tangga, sejatinya terdapat kesalingan antara istri dengan suami dalam hal ini membina mahligai rumah tangga. Namun apa jadinya jika istri kemudian berubah menjadi istri yang pembangkang?
Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama menjelaskan banyak ciri yang dapat disebut sebagai kategori pembangkang bagi istri. Misalnya bisa berupa istri yang memandang rendah suaminya dan merasa lebih mulai kedudukannya karena satu dan lain sebab.
Karenanya dia selalu enggan untuk tunduk pada kepemimpinannya sebab merasa lebih mulia dari suami. Atau ada kalanya seorang istri bisa dikategorikan pembangkang apabila terkadang ia berlaku lembut dan penuh kasih, lalu berubah menjadi pemaran dan kasar serta kerap mengucapkan kata-kata tak pantas.
Dalam situasi seperti itu disarankan bagi suami untuk bermawas diri. Jangan-jangan sikap membangkang istrinya itu bermula dari kesalahan sang suami itu sendiri. Maka anjuran agama yang perlu dilakukan adalah dengan memperbaiki komunikasi dengan baik dan melakukan pembicaraan dari hati ke hati.
Dari komunikasi ini, suami berhak untuk meminta perjanjian dari istri untuk mengubah perilakunya. Dan jika itu disetujui, maka suami berhak menagihnya. Namun apabila si istri kembali membangkang, maka sang suami berhak untuk memberikan nasihat dengan kata-kata yang baik. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah An-Nisa penggalan ayat 34.
Namun jika belum berhasil juga, maka upaya kedua sebagaimana kelanjutan dari ayat tersebut adalah dengan berpisah ranjang. Berpisah ranjang di sini boleh diartikan sebagai upaya suami menunjukkan ketidaksenangannya terhadap sang istri, baik dengan membelakanginya maupun dengan menampakkan sikap tak acuh terhadapnya. Menyueki istri ini boleh dilakukan tidak lebih dari tiga hari.
Namun ketika cara itu juga tidak ampuh, maka suami boleh menggunakan gangguan fisik (bukan berarti memukul) namun memberikan perlakuan menyakitkan secara psikologis melalui perlakuan fisik suami. Namun jika sudah melakukan hal itu namun belum ampuh juga, maka suami diminta untuk melakukan istikharah dalam rangka mengambil keputusan perceraian.
Wallahu a’lam