Selasa 26 Jan 2021 15:24 WIB

Wanita, Keledai, dan Anjing Hitam Pembatal Sholat?

Ada hadits menyebut wanita, keledai dan anjing hitam hal yang membatalkan sholat.

Wanita, Keledai, dan Anjing Hitam Pembatal Sholat?
Foto:

Isi Kandungan Hadits

Dari uraian dan pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa para ulama memiliki pemahaman dan interpretasi yang beragam terhadap redaksi Hadits di atas. Namun jika dikaji secara mendalam, pada prinsipnya wanita, keledai, dan anjing hitam bukan merupakan faktor yang secara langsung menyebabkan hilangnya kekhusyukan hingga membatalkan shalat, namun aspek atau akibat lain yang muncul dari ketiganya.

Hal ini menunjukkan, bahwa selain dari ketiga faktor tersebut, juga terdapat faktor lain yang sama-sama berpotensi mengganggu dan menghilangkan kekhusyukan jika berada atau lewat di hadapan orang yang sedang melaksanakan shalat. Maka laki-laki yang lewat di hadapan jamaah perempuanpun juga berpotensi menyebabkan berkurangnya kekhusyukan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Hadits tersebut sesungguhnya tidak diskriminatif gender jika difahami secara benar dengan mengkomunikasikan antara teks dan konteks (sabab al-wurud) serta menggunakan metodologi pemahaman yang tepat.

Sutrah (Pembatas) Sebagai Solusi

Persoalan kekhusyukan sesungguhnya sangat terkait dengan faktor internal orang yang melaksanakan shalat, baik terkait dengan keimanan, pemahaman agama, pemahaman bacaan shalat dan lain sebagainya, dan bukan semata-mata karena faktor eksternal yang ada di sekitarnya. Namun untuk mengantisipasi dan meminimalisir gangguan dalam shalat yang bersifat eksternal, Rasulullah saw. memerintahkan untuk membuat sutrah (pembatas/tabir) yang diletakkan di hadapan orang yang sedang shalat. Perintah menggunakan sutrah, salah satunya terdapat dalam Hadits berikut;

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا وَلَا يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ…. (رواه ابو داود وابن ماجه)

“Dari ‘Abdurrahman bin Abu Sa’id dari Bapaknya ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang dari kalian shalat, hendaklah menghadap ke sutrah dan mendekatinya. Jangan membiarkan seseorang melintas di depannya…” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Hukum menggunakan sutrah adalah sunnah dan bukan menjadi syarat sahnya shalat. Bahkan jika mengenakannya dapat menimbulkan kemudaratan seperti membuat sutrah pada saat shalat di Masjidil Haram pada saat haji atau umrah, maka tentu harus dihindari, karena hal tersebut sangat tidak memungkinkan di saat jamaah memenuhi Masjidil Haram. Adapun media yang dapat digunakan sebagai sutrah, menurut An-Nawawi dapat menggunakan apa saja seperti tembok, tabir, tali, dan sejenisnya (Nailul Authar), sebagai isyarat agar orang lain tidak melintas di hadapan orang yang sedang shalat. Isyarat tersebut dapat difahami dari Hadits berikut ini;

عَنْ أَبِي النَّضْرِ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ أَنَّ زَيْدَ بْنَ خَالِدٍ أَرْسَلَهُ إِلَى أَبِي جُهَيْمٍ يَسْأَلُهُ مَاذَا سَمِعَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَارِّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي فَقَالَ أَبُو جُهَيْمٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ أَبُو النَّضْرِ لَا أَدْرِي أَقَالَ أَرْبَعِينَ. (رواه الجماعة)

“Dari Abu An Nadlr budak ‘Umar bin ‘Abaidullah dari Busr bin Sa’id bahwa Zaid bin Khalid mengutusnya kepada Abu Juhaim untuk menanyakan apa yang didengarnya dari Rasulullah saw tentang orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat. Abu Juhaim berkata, “Rasulullah saw bersabda: “Sekiranya orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat mengetahui apa akibat yang akan ia tanggung, niscaya ia berdiri selama empat puluh lebih baik baginya dari pada dia lewat di depan orang yang sedang shalat.” Abu An Nadlr berkata, “Aku tidak tahu yang dimaksud dengan jumlah ‘empat puluh itu‘, (apakah empat puluh hari, atau bulan, atau tahun).” [HR. Jamaah]. Wallahu A’lam bis Shawab.

Sumber: Majalah SM No 7-9 Tahun 2018

 

https://www.suaramuhammadiyah.id/2021/01/22/wanita-keledai-dan-anjing-hitam-pembatal-shalat/

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement