Sabtu 23 Jan 2021 05:12 WIB

Bagaimana Seharusnya Sikap Seorang Muslim terhadap Harta?

Yang dilarang adalah cinta yang berlebihan terhadap harta.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Harta
Foto: Pixabay
Ilustrasi Harta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar Ma'had Daarussunnah Bekasi, Muhammad Azizan Lc memberi penjelasan tentang harta dalam pandangan Islam, dalam kajian kitab Riyadusshalihin. Bagaimana sikap seorang Muslim terhadap harta? Apakah boleh mencintai harta?

Ustaz Azizan menjelaskan, para ulama menyebutkan bahwa kecintaan terhadap harta adalah tabiatnya manusia. Sebab manusia itu memiliki harta sehingga tertarik pada harta, tahta maupun wanita. Karena itu, tidak bisa dielakkan soal manusia yang mempunyai kecenderungan terhadap harta.

Allah SWT berfirman, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Tafsir Quran." QS Ali Imran Ayat 14)

"Maka yang dilarang itu bukan cinta terhadap harta, tetapi yang dilarang adalah cinta yang berlebihan terhadap harta. Sehingga kecintaannya terhadap harta lebih dominan daripada kecintaannya pada Alla SWT dan Rasul-Nya, ini tidak boleh," tutur alumnus Universitas al-Imam Muhammad bin Su'ud Riyadh Cabang Jakarta itu, dalam kajian Riyadusshalihin yang disiarkan secara virtual.

Ustaz Azizan juga menyampaikan, Siapapun membutuhkan harta untuk bisa makan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Termasuk untuk keberlangsungan perekonomian masyarakat dan untuk tegaknya dakwah, pun butuh harta.

Alquran pun, ketika membicarakan soal jihad, sering kali mendahulukan kata 'amwal' (harta) sebelum 'anfus' (diri kita). "Dengan harta terlebih dulu. Bi amwaalikum wa anfusikum. Berjihad dengan harta dan nyawa. Kalau nyawa semua orang punya potensi. Tetapi kalau harta, gak semua orang punya potensi," tutur dia.

Ustaz Azizan mencontohkan, seorang Muslim yang ingin berjihad (dalam konteks di medan perang) hanya bermodal nyawa, itu bisa gagal berangkat jika sakit. "Tetapi kalau dia punya harta, memang dia gak bisa berangkat, tetapi hartanya tetap berangkat ke medan jihad," paparnya.

"Jadi, seorang Muslim ada di pertengahan, tidak meninggalkan harta secara mutlak. Ini sunnatullah, kita butuh harta. Tetapi kalau sampai diperbudak oleh harta, maka Nabi SAW menyebut celakalah hamba-hamba dinar itu. Karena segala hidupnya habis untuk mencari harta," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement