REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa hari lalu, segelintir warga Sulawesi Barat melakukan penjarahan logistik bantuan bencana gempa di Mamuju dan Majene Sulbar. Berkaitan dengan hal itu, bagaimana pandangan Islam? Apakah boleh melakukan penjarahan meski dalam kondisi membutuhkan atau kelaparan atau menjadi korban terdampak bencana itu sendiri?
Berikut ulasan Pendakwah yang juga Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Sekjen Ikatan Dai Indonesia (IAKDI) Ustaz Dr. Ahmad Khusyairi:
Sesungguhnya dalam Islam, mencuri, mengambil barang orang lain atau melakukan penjarahan, dengan dalih apa pun tetap tidak diperbolehkan, dan masuk dalam keumuman larangan dalam ayat
ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل
Artinya : Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian kalian di antara kamu dengan cara yang batil"(QS Al Baqarah ayat 188).
Para ulama menafsirkan "dengan cara yang batil", seperti mencuri, merampas, menjarah, menipu. Atau dengan sumpah palsu, ghosob, suap, riba dan lain sebagainya (Lihat: Tafsir Al Muyassar dan lainnya).
Memang dalam kondisi darurat, ada hal-hal yang diharamkan berubah menjadi boleh karena alasan darurat. Tapi, apakah kondisi korban bencana tersebut sudah masuk dalam katagori darurat, yang kalau mereka tidak menjarah atau mencuri mereka akan mati kelaparan? Tentu, masih perlu untuk ditelaah lebih lanjut.
Di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Khalifah Umar bin Khaththab RA pernah tidak menjatuhkan hukuman potong tangan terhdap pencuri ketika masyarakat Arab di Hijaz, Tihana dan Najd mengalami musim kemarau panjang atau masa paceklik. Tepatnya sekitar akhir tahun ke delapan belas hijriyah.
Dalam riwayat ini, Khalifah Umar RA sama sekali bukan melegalkan dan menghalalkan mencuri atau menjarah. Melainkan beliau RA tidak menerapkan hukuman potong tangan sebagaimana firman Allah dalam Quran surat Al Maaidah ayat 38.
Dalam kondisi bencana, Islam mengajarkan pemeluknya untuk saling bahu membahu, tolong menolong dan membantu korban bencana serta meringankan penderitaan mereka. Karena inilah wujud nyata kesempurnaan ibadah seseorang, yaitu manakala ibadahnya mampu memberikan dampak sosial bagi kehidupannya sebagaimana firman Allah dalam Quran surat Al Hajj ayat 77.
Rasulullah SAW juga menegaskan, " Barangsiapa melapangkan dari seorang beriman suatu kesulitan dunia niscaya Allah akan melapangkan atasnya dari kesulitan hari kiamat," (HR Muslim, no. 2699).
Dalam kondisi bencana yang diprioritaskan adalah menyelamatkan korban dari kematian dan kelaparan.Bencana dan musibah merupakan bagian dari ujian kehidupan, sunnatullah. Sehingga harus disikapi dengan sabar dan ridha takdir Allah.
Ada pahala besar menanti bagi orang yang sabar ketika ditimpa ujian bencana sebagaimana firman Allah dalam Quran surat Al Baqarah ayat 155 -157.