Oleh : Ketua MUI Bidang Dakwah KH M Cholil Nafis, Lc, Ph D
REPUBLIKA.CO.ID, Pepatah Arab mengatakan, al-wiqayatu khairun min al-‘ilaj. Ini seirama dengan adagium masyarakat Indonesia, yaitu “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Bagi Kalangan yang sadar kesehatan diri, akan mendahulukan kesehatan preventif promotif (pendidikan hidup sehat) dibanding kesehatan kuratif (pengobatan dan penyembuhan penyakit).
Acapkali seseorang menghindari makanan tertentu karena untuk mencegah terjangkitnya penyakit. Bahkan sebagian masyarakat melakukan cek kesehatan secara berkala untuk mendeteksi penyakit dan menjaga kesehatan. Seperti halnya saat ini pandemi virus corona menyebar di seluruh dunia maka kita mencegah penularannya dengan cara memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Kini ilmu kesehatan menemukan cara yang efektif untuk menghindari tertularnya penyakit, yaitu melalui vaksinasi. Istilah vaksin pertama kali ditemukan Edward Jenner, dokter dari Inggris di Berkeley pada 1798 untuk mencegah penyakit cacar pada manusia.
Vaksin ialah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. Pada 1967, WHO mempelopori kampanye vaksinasi besar-besaran terhadap cacar.
Jadi vaksinasi berarti langkah preventif atau pencegahan agar imunitas tubuh bertambah dan menjadi kebal dari penularan penyakit. Inilah yang dianjurkan dalam Islam bahwa “addaf’u aula minarraf’i”, mencegah lebih baik dari mengobati. Sebagaimana diketahui kebanyakan hadits Nabi Muhammad SAW tentang medis di masa awal merupakan kedokteran preventif (al-thibb al- wiqâ’i) ketimbang kedokteran penyembuhan (al-thibb al-‘ilaji).