REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam khazanah hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, kehidupan beliau terekam dengan baik. Dari hadis-hadis pula, umat Islam mengetahui bagaimana sikap Nabi, keluarga, sahabat, aktivitas, hingga bagaimana umat bertanya mengenai pekerjaan apa yang terbaik.
Islam memang mengajarkan agar umatnya tidak berpangku tangan menunggu rezeki. Maksudnya, tidak bermalas-malasan dan tidak melakukan aktivitas apapun untuk mencari rezeki yang Allah kehendaki.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW pun sempat ditanya perkara pekerjaan. Hadisnya berbunyi: “Ya Rasulallah, ayyul-kasbi athyabu? Qala amalu ar-rajuli biyadihi wa kullu bay’in mabrurin,”. Yang artinya: “Wahai Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik? (Nabi pun) berkata: “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual-beli yang diridhai,”.
Perintah bekerja bukan hanya berhenti pada perintah dalam Islam. Orang yang menjalankan aktivitas kerja dalam agama sesungguhnya tengah menjalani kemuliaan yang terkandung di dalamnya. Nabi Muhammad SAW bahkan kerap memuji orang-orang yang keluar dari rumah untuk mencari penghidupan, dibandingkan dengan mereka yang keluar rumah hanya untuk meminta-minta.
Pekerjaan yang terbaik tentunya bukan hanya terfokus pada satu aspek pekerjaan, namun dilihat dari kualitas bekerja dari seorang hamba. Rasulullah SAW bersabda: “Ihrish ala maa yanfa’uka wasta’in billahi wa la ta’jiz,”. Yang artinya: “Bersemangatlah dalam melakukan hal yang bermanfaat untukmu, dan minta tolonglah kepada Allah, serta janganlah engkau malas,”.
Dalam buku Saripati Ihya Ulumiddin Imam Ghazali karya Syekh Jamaluddin Al-Qasimi dijelaskan, bahwa manusia yang malas dalam bekerja harusnya malu kepada alam semesta. Sebab sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW; “Bukankah burung-burung pun berangkat pagi-pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore-sore dalam keadaan perut kenyang?”.