Selasa 12 Jan 2021 19:00 WIB

Asal-usul Sarung, Baju Koko, dan Gamis

Asal-usul sarung, baju koko, dan gamis dijelaskan oleh sejarawan UI.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Asal-Usul Sarung, Baju Koko, dan Gamis. Foto: MESIN BORDIR. Operator mesin bordir produsen baju koko Zeefora mengawasi proses bordir bahan baju koko di sentra pakaian bordir Kawalu, Tasikmalaya, Kamis (21/3).
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Asal-Usul Sarung, Baju Koko, dan Gamis. Foto: MESIN BORDIR. Operator mesin bordir produsen baju koko Zeefora mengawasi proses bordir bahan baju koko di sentra pakaian bordir Kawalu, Tasikmalaya, Kamis (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia merupakan negara yang memiliki populasi Muslim terbanyak di dunia. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap budaya yang dimiliki Indonesia. Saat agama Islam datang ke Indonesia, banyak produk budaya yang dihasilkan misal, busana Muslim. Busana Muslim juga beragam jenisnya, ada gamis, baju koko, sarung, dan lain-lain.

Sejarawan Universitas Indonesia, Tiar Anwar Bachtiar mengatakan busana Muslim yang dikenal di Indonesia merupakan bentuk akulturasi dengan budaya lain. Jadi, tidak sepenuhnya merupakan asli Indonesia.

Baca Juga

“Misalnya sarung. Sarung di Indonesia tradisinya memang sudah ada. kalau perempuan pakai kemban, kalau lelaki pakai jarik. Ini artinya kain-kain itu sudah digunakan, hanya tidak lebar ukurannya,” kata Tiar saat dikonfirmasi, Selasa (12/1).

Islam mengajarkan Muslim untuk menutup aurat. Saat agama Islam mulai memasuk nusantara, terjadi percampuran dua budaya. Kain-kain tersebut dibuat lebar sehingga dapat menutup aurat yang sekarang dikenal kain sarung.

Sedangkan gamis memang berasal dari Arab. Namun, perbedaannya terletak pada fungsi gamis. Jika di Arab digunakan untuk pakaian sehari-hari, di Indonesia digunakan untuk acara keagamaan saja. “Jadi ada semacam pelokalan atau reduksi dari fungsi asalnya,” ujar dia.

Sama halnya dengan baju koko. Baju koko merupakan baju khas orang Cina yang dilengkapi kerah shanghai. Dahulu, banyak Muslim Cina yang menggunakan baju koko sehingga saat ini dikenal sebagai baju koko. Ada juga yang menyebutnya baju takwa.

Penggunaan baju koko pun mengalami reduksi fungsi. Tadinya digunakan untuk kegiatan umum. Namun, sekarang digunakan untuk kegiatan yang bersifat keagamaan.

“Semua itu akulturasi, sama juga seperti kita pakai celana panjang saat shalat. Celana panjang itu dikenalkan oleh orang-orang Belanda, namanya pantalon,” ucap dia.

Sementara itu, Guru Besar Sosiologi Agama, Mohammad Baharun menjelaskan baju koko yang disebut juga baju takwa populer karena diambil dari istilah takwa. “Baju koko yang populer disebut baju takwa mungkin karena biasa digunakan untuk shalat dan pakaian saat pengajian dan acara keagamaan, maka disebut "takwa" dari kosakata "taqwa", yaitu entitas ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya,” kata Baharun.

Baharun mengatakan Islam adalah agama yang tidak mengatur corak dan model pakaian umatnya. Terpenting, busana itu harus menutup aurat sebagaimana yang diatur fikih. “Jika untuk ibadah pakaian harus suci dan barangnya halal,” ujar dia.

Sama seperti Baharun, Tiar berpendapat demikian. Menurut dia, semua pakaian tersebut tidak masalah jika digunakan untuk kegiatan umum atau keagamaan. Yang jelas, secara prinsip ajaran Islam dapat menerima budaya apa saja sepanjang budaya tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu, juga bisa mengakomodir kepentingan ajaran Islam.

“Misalnya dalam shalat yang penting menutup aurat. Maka pengembangan mode pada akhirnya akan kembali kepada kreativitas masyarakat untuk mengembangkan mode apa yang kira-kira dianggap baik, indah, dan bisa diterima di banyak kalangan,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement