REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa sabahat Nabi Muhammad SAW yang bernama Ibnu Abbas RA pernah mengerjakan sholat di dalam gereja yang tidak ada patung dan gambarnya. Sebagian umat Islam mungkin yang hidup di zaman sekarang mungkin juga pernah sholat di gereja.
Namun, bagaimana hukumnya sholat di dalam gereja? Dalam buku “M Quraish Shihab Menjawab” dijelaskan bahwa hadits di atas tersebut diriwayatkan Imam Bukhari, tetapi tanpa menyebutkan sanadnya (mu’allaq). Karena sifatnya yang demikian, hadits itu pun lemah (dhaif).
Namun, menurut dia, hadits diriwayatkan secara tersambung oleh beberapa perawi hadits lainnya yang kemudian dinilai para ulama sebagai hadits sahih.
Menurut Imam Asy-Syawkani, pengarang kitab Nayl al-Awthar, redaksi lengkap riwayat itu adalah sebagai berikut:
Abdul Razzaq meriwayatkan hadits Bukhari itu secara bersambung sampai pada Nabi SAW dari Aslam, seorang budak yang dimerdekaka Umar bin Khattab. Katanya, “Ketika Umat datang ke Syam, ada seorang Nasrani mengundangnya makan.
Dia adalah salah seorang tokoh dari kalangan mereka. Dia berkata kepada Umar, ‘Saya senang bila Anda mengabulkan undangan saya dan menghormati saya’. Umar berkata, ‘Kami kaum Muslim, tidak memasuki gereja kalian karena ada patung-patung bergambar di dalamnya’.”
Imam Asy-Syawkani menambahkan bahwa Ibnu Abbas juga mengerjakan sholat di bay’at kalau tidak ada gambar atau patung di dalamnya (Nayl al-Awthar, jilid II, halaman 150). Kata bay’at bisa diartikan “gereja” atau “tempat peribadatan rahib”.
Menurut M Quraish Shihab, hadits ini menunjukkan kebolehan sholat di gereja selama tidak ada patung, gambar, atau apa saja yang bisa dipahami sebagai lambang atau simbol kemusyrikan atau kedurhakaan.
Sebab, menurut dia, adanya hal-hal itu di ruang sholat kaum Muslim dapat diduga sebagai restu atasnya. Memang Rasulullah SAW menyatakan:
وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا “Telah dijadikan untukku dan umatku bumi seluruhnya sebagai masjid dan sarana penyucian.”