REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ada banyak jenis penyakit lidah, bisa lebih dari sepuluh macam. Misal, berbicara yang tidak ada urusannya, memuji berlebihan di hadapan yang bersangkutan, mencela apapun, ghibah, mengingkari janji, dan berdusta. Disebut penyakit lidah karena lidah dianggap bisa menjadi sumber penyakit.
Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Prof. M. Quraish Shihab menjelaskan pernah disebutkan dalam literatur agama dan moral, dahulu Lukman Al-Hakim pernah diminta gurunya pergi untuk menyembelih kambing dan membawa anggota tubuh kambing yang terbaik. Lalu Lukman menyembelih dan membawa hati dan lidah. Setelah sekian hari, dia diminta lagi menyembelih dan membawa anggota tubuh kambing terburu. Kemudian dia membawa hati dan lidah. Jadi, hati dan lidah bisa menjadi terbaik dan terburuk.
Dalam literatur agama, diilustrasikan bahwa lidah setiap pagi ditegur oleh seluruh anggota tubuh manusia untuk hati-hati berbicara. Sebab, jika lidah berbicara baik, semua anggota tubuh akan baik. Sama halnya jika lidah berucap buruk, semua anggota tubuh akan buruk.
“Jadi, semua tergantung lidah. Lidah bisa menjadi pembela seseorang dan bisa menjadi penjerumus seseorang,” kata Quraish Shihab dalam video berjudul Jangan Ada Dusta di Antara Kita di kanal Youtube Najwa Shihab.
Salah satu penyakit lidah yang kerap orang lakukan adalah berbohong. Quraish menyebut, ada suatu kondisi di mana berbohong ditoleransi bahkan bisa menjadi wajib. Contohnya bohong dalam konteks membela, memperbaiki hubungan antara dua pihak yang berselisih, dan hubungan suami istri.
Bagi mereka yang berbohong bukan pada tempatnya atau pendusta, Allah akan melaknat mereka. Allah berfirman dalam Surat Ali ‘Imran ayat 61 :
فَمَنْ حَاۤجَّكَ فِيْهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ اَبْنَاۤءَنَا وَاَبْنَاۤءَكُمْ وَنِسَاۤءَنَا وَنِسَاۤءَكُمْ وَاَنْفُسَنَا وَاَنْفُسَكُمْۗ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَّعْنَتَ اللّٰهِ عَلَى الْكٰذِبِيْنَ
Fa man ḥājjaka fīhi mim ba'di mā jā`aka minal-'ilmi fa qul ta'ālau nad'u abnā`anā wa abnā`akum wa nisā`anā wa nisā`akum wa anfusanā wa anfusakum, ṡumma nabtahil fa naj'al la'natallāhi 'alal-kāżibīn. “Siapa yang membantahmu tentang kisa Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya) : “Marilah kita memanggil anak-anak kamu dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
“Allah melaknat orang-orang yang berdusta. Laknat itu artinya kejauhan dari rahmat Allah,” ujar dia.
Ayat tersebut turun dalam konteks diskusi antara kaum Muslim dengan sekelompok delegasi Najran. Mereka berdiskusi perihal Nabi Isa. Sayangnya, diskusi yang dilakukan tidak membuahkan hasil.
“Karena tidak ada hasilnya lalu apa jalan keluarnya? Serahkan kepada Tuhan. Kalau diskusi kepada non-Muslim dalam keyakinan sulit menemukan hasil, bahkan mustahil, jadi jangan berdiskusi soal itu. Kalaupun harus diskusi dan ingin tahu jalan benarnya, kita serahkan pada Tuhan. Wahai Tuhan tunjukkan kebenaran itu dan Tuhan berjanji akan menunjukkan di akhirat,” kata dia.