REPUBLIKA.CO.ID, Pepatah bilang, lidah tak bertulang. Betapa sering dusta diucapkan melalui organ yang satu ini. Tak sekadar gibah tentang keburukan manusia atau berdusta, kita pun kerap ingkar terhadap ucapan lidah sendiri.
Kita tak perlu menunjuk muka.Cukup sodorkan nama sendiri untuk dihitung dengan sederhana. Betapa sering keingkaran itu diucap. "Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu me nga takan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS ash-Shaff: 2-3).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelas kan, mayoritas ulama menyatakan bahwa ayat ini turun ketika kaum Muslimin meng harapkan diwajibkannya jihad atas mereka. Namun, ketika Allah mewajibkannya mereka tidak melaksanakannya. Riwayat lain menyatakan, ayat di atas turun sebagai kecaman terhadap orang-orang munafik yang mengucapkan syahadat dan mengaku Muslim tanpa melaksanakan tuntunan agama Islam secara baik dan benar.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan ketika sahabat Nabi SAW berbincang, ada yang berkata: "Seandainya kita mengetahui amalan yang paling dicintai Allah, niscaya kami mengamalkannya. Maka turunlah fir man-Nya dalam QS ash-Shaff ayat 1-2. Berdasarkan keterangan dari al-Hakim, Ibnu Ahmad, Ibnu Hatim, menjelaskan, Rasulullah SAW membacakan ayat di atas ke pada kami sampai pada akhirnya (akhir surah).
Ayat ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang menjanjikan suatu janji atau mengatakan sesuatu lalu ia tidak memenuhinya. Oleh karena itu, ada sebagian ulama salaf yang berpendapat bahwa diwajibkan bagi seseorang menunaikan apa yang telah dijanjikannya secara mutlak tanpa memandang apakah yang dijanjikannya itu berkaitan dengan kewajiban atau tidak.
Rasulullah SAW bersabda: "Pertanda orang munafik ada tiga. Apabila berjanji ingkar, apabila berbicara dusta, dan apabila dipercaya khianat." Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, ayat tersebut mengecam mereka ketika memanggil mereka dengan panggilan keimanan. Namun, panggilan itu dikatakan sambil menyindir bahwa keimanan tersebut tidak berlaku demikian.
Quraish Shihab pun menyematkan kata mengaku menjadi "wahai orang-orang yang (mengaku) beriman". Sayid Quthb me nulis, sangat keji jika seorang mukmin telah menyatakan kesungguhannya untuk berjihad kemudian dia mengundurkan diri darinya. Sebagaimana apa yang terjadi pada sebagian kelompok orang Islam seperti disinggung dalam beberapa hadis. Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan amat ketat di dalam Islam. Nabi SAW bahkan mengajarkan kita agar menepati janji, meski kepada anak kecil. Imam Ahmad meriwayatkan Rasulullah SAW da tang kepada keluarganya yang masih anakanak.
Namun, ia pergi untuk ber main-main, tetapi ibunya memanggilnya. "Hai Abdullah, kemarilah aku akan memberimu sesuatu." Rasulullah SAW bertanya kepada ibunya: "Apakah yang hendak engkau berikan kepadanya?" Ibunya menjawab "Kurma." Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya andai kata engkau tidak memberinya, tentulah akan dicatat atas dirimu sebagai suatu kedustaan."