Kamis 24 Dec 2020 08:13 WIB

Terima Mahar Politik Saat Pilkada, Halalkah?

Nabi SAW pun melarang kepada kita untuk meminta jabatan.

Polisi berjaga saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kota Surabaya 2020 di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 46 Kelurahan Kedurus, Kecamatan Karang Pilang, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/12/2020). PSU dilakukan karena seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memberikan nomer ke sejumlah surat suara saat pemungutan suara Pilkada Kota Surabaya 2020 pada 9 Desember 2020 lalu.
Foto:

Beliau mengucapkan syahadat, memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya lalu beliau bersabda: "Bagaimana perilaku seorang karyawan yang kami angkat lalu dia datang padaku kemudian dia mengucapkan: 'Ini dari pekerjaanmu dan ini dihadiahkan buatku. Tidakkah dia duduk (saja) di rumah ayah ibunya lalu dia tunggu apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi jiwa Muhammad yang ada di dalam genggaman-Nya, tidaklah seorang melakukan korupsi ke cuali pasti dia akan datang pada hari kiamat sambil mengalung kan barang yang ia korupsi di lehernya. Jika yang dikorupsi unta, ia akan membawa suara lenguhannya dan jika yang ia korupsi kambing pada hari kiamat ia akan membawa embikannya." (HR Ahmad).

Nabi SAW pun mengajarkan kepada kita untuk memilih pejabat yang cakap sesuai dengan ke ahliannya. Abi Dzar al Ghifari pernah bertanya kepada Rasu lullah SAW karena tidak ditunjuk sebagai pejabat. Nabi SAW berkata sambil memukul pinggul sahabat yang terkenal akan kesalehannya tersebut. "Wahai Abi Dzar, engkau orang yang lemah. Sesungguhnya (jabatan) itu adalah amanah dan ia di hari kiamat akan melahirkan kerugian dan penyesalan kecuali orang yang mengemban sesuai kompetensi nya dan menunaikan amanah ter sebut secara baik." (HR Muslim).

Dalam hadis lainnya, Nabi SAW pun melarang kepada kita untuk meminta jabatan. "Wahai Abdurrahman, janganlah engkau meminta jabatan pemerintahan sebab apabila engkau diberi ja batan itu karena engkau memintanya maka jabatan tersebut sepenuhnya dibebankan kepa da mu. Namun, apabila jabatan ter sebut diberikan bukan karena permintaanmu, engkau akan di bantu dalam melaksanakannya" (HR Bukhori dan Muslim).

Atas dasar tersebut, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indone sia VI Tahun 2018 memutuskan ketentuan hukum masalah tersebut. Suatu permintaan dan atau pemberian imbalan dalam bentuk apa pun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik.

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement