REPUBLIKA.CO.ID, Ada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa malaikat tidak akan datang ke rumah seorang Muslim yang memelihara anjing. Bagaimana penjelasannya? Dan apakah boleh seorang Muslim memelihara anjing?
Pengasuh Pondok Pesantren Pascatahfizh Bayt al-Qur'an yang juga Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ustadz Syahrullah Iskandar, menjelaskan anjing disebut tiga kali dalam Alquran sebagai pertanda ada ibrah atau pelajaran tersendiri dari kemakhlukannya untuk kemanusiaan.
Dalam Fadhl al-Kilab ‘ala Katsir mimman Labisa al-Tsiyab (Keutamaan Anjing terhadap Kebanyakan Makhluk yang Memakai Baju) karya Muhammad ibn Khalaf al-Marzuban bahkan banyak mencantumkan sejumlah hadits, syair, serta sejumlah kisah inspiratif terkait keutamaan anjing. Di antara keunikan anjing adalah memiliki daya penciuman dan pendengaran melampaui yang dimiliki manusia.
Dengan kelebihan daya penciumannya, anjing kerap dimanfaatkan aparat keamanan untuk membantu pelacakan, bahkan ada juga yang memeliharanya di rumah untuk keamanan.
Namun demikian terdapat riwayat hadits menyebutkan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing, juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung). Keterangan ini dapat ditemukan dalam hadits riwayat Muslim.
Terkait keterangan hadits ini, ustadz Syahrullah mengatakan dalam keterangan Imam al Nawawi menjelaskan larangan anjing di dalam rumah karena mengonsumsi makanan yang bernajis.
Ustadz Syahrullah menjelaskan bahwa ulama fiqih berselisih pendapat tentang kenajisan anjing. Ulama dari Mazhab Syafi’i dan Hanbali menyebut anjing adalah najis ‘ain, secara keseluruhan dinyatakan najis.
Adapun ulama Mazhab Hanafi lebih membatasi kenajisannya pada liur, kotoran, keringat, dan segala yang basah dari anjing. Adapun Malikiyah menyatakan ketidaknajisan anjing secara umum, baik yang kering dan basah dari hewan mamalia tersebut.
Di lain sisi terdapat keterangan yang menjadi argumentasi bolehnya memelihara anjing dengan klasifikasi jenis anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun. Jika seorang Muslim memelihra anjing diluar jenis tersebut maka dapat mengurangi pahalanya. Ini berdasarkan riwayat hadits:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أنّ النبي صلى الله عليه وسلم قال: مَنِ اتَّخَذ كلبًا، إلا كلبَ ماشيةٍ أو صيدٍ أو زرعٍ، انتَقَص من أجرِه كلَّ يومٍ قِيراطٌ
”Siapa saja yang memelihara anjing bukan anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari.” HR Muslim.
Hadits ini, menurut Ustadz Syahrullah, dipahami ulama bolehnya menggunakan anjing jika ada keperluan seperti tiga hal yang disebutkan dalam hadits.
Namun, ada juga ulama yang menganalogikan kebolehannya di luar tiga hal tersebut semisal memelihara anjing di rumah karena adanya hajat tertentu semisal keamanan rumah.
Namun Ustadz Syahrullah menjelaskan terkait keberadaan anjing sebagai peliharaan di rumah seorang muslim patut juga memperhatikan konsekuensi najis yang dibawa anjing. Pertimbangan tersebut mengacu pada penjelasan hadits:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أنّ النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا ولغَ الكلبُ في إناءِ أحدِكُم فليَغسِلهُ سبعَ مرَّاتٍ، أولاهُنَّ أو إِحداهنَّ بالتُّرابِ
“Apabila anjing menjilat wadah seseorang, maka keriklah (bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali, salah satunya dengan tanah.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ustadz Syahrullah menjelaskan, tinjauan fiqhiyah terkait kebolehan memelihara anjing di rumah memang terjadi pro-kontra. “Kita sebaiknya mengambil pendapat yang hati-hati,” ujar dia.
Bagi yang setuju dengan pembolehannya, sebaiknya juga memerhatikan perihal kebersihan, tempat tersendiri di lingkungan rumah, berikut melibatkan pertimbangan kemasyarakatan.
“Tetangga atau lingkungan sekitar tempat tinggal perlu diperhatikan haknya, semisal faktor kenyamanan mereka," jelasnya.