REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH – Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Sayyidah Khadijah dalam misi dagang. Atas kejujuran beliau serta teladan mulia yang dimiliki, saudagar terhormat Sayyidah Khadijah kepincut. Lantas, seberapa kenal kah beliau terhadap Nabi sehingga yakin untuk melamarnya?
Pakar Tafsir Alquran asal Indonesia, Prof Quraish Shihab, dalam buku berjudul Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, tiada keraguan bahwa Sayyidah Khadijah seseungguhnya mengenal benar Nabi Muhammad. Tak hanya itu, beliau juga mengenal keistimewaan yang terdapat di diri beliau.
Baik sebelum bekerja dalam bisnis, lebih-lebih setelah kerja sama itu dilakukan. Begitu pun sebaliknya, Nabi Muhammad SAW juga mengetahui tentang Sayyidah Khadijah dan keistimewaannya.
Bahwa beliau datang dari keluarga terpandang, sangat terhormat, dan dikenal sebagai wanita Quraisy terkemuka dan kaya raya.
Sayyidah Khadijah bahkan menjadi buah bibir masyarakat karena kekayaan dan kecantikannya.
Sehingga bukan hanya satu atau dua orang yang mengajukan lamaran untuk meminangnya. Namun nyatanya beliau justru menambatkan pilihannya kepada manusia terbaik yang ditemuinya dalam misi dagang: Rasulullah SAW.
Bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa Sayyidah Khadijah lah yang secara langsung menyampaikan maksudnya kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut Prof Quraish Shihab, riwayat yang lebih kuat adalah riwayat sebelum ini, yakni menyatakan bahwa Sayyidah Khadijah membisikkan kepada sahabatnya bernama Nufaisah binti Munyah.
Beliau menilai bahwa riwayat ini lebih logis. Kendati Sayyidah Khadijah seorang wanita yang cantik dan kaya yang diminati banyak pria, namun Nabi adalah seorang yang dikenal dengan kejujurannya dan ketampanannya serta banyak diminati kaum perempuan juga.
Kala itu maka wajar Sayyidah Khadijah berpikir dan tidak yakin disambut dengan baik karena umurnya kala itu bahkan sebanding dengan ibunda Nabi, Sayyidah Aminah, jika masih hidup. Ketidak percayaan diri dinilai wajar dialami oleh Sayyidah Khadijah, sebab selain secara umur, beliau juga merupakan janda.
Bukan hanya menjanda sekali, namun sudah dua kali. Yang pertama dengan Abu Halah bin Zararah At-Tamimi dan usai wafat suami pertama beliau menikahi Atiq bin Abid bin Abdillah Al-Makhzumy.
Maka dalam proses mengajukan permintaan kepada Nabi, ada riwayat yang dinisbatkan kepada Nufaisah yang menguraikan kisah pertemuannya dengan Nabi Muhammad SAW. Katanya: “Aku diutus Khadijah menemui Muhammad SAW sekembalinya dari perjalanan dagang di Syam dan kusaimpaikan padanya: mengapa engkau (Muhammad) tidak menikah? Muhammad menjawab: aku tidak punya kemampuan untuk kawin. Lalu Nufaisah berkata: bagaimana kalau engkau tidak perlu menyiapkan itu dan engkau diajak sambil memperoleh harta dan dia pun cantik, mulia, setara denganmu (dalam hal keturunan), apakah engkau bersedia?”
Kemudian Nabi Muhammad pun bertanya: “Siapa dia (wanita yang dijabarkan Nufaisah)?”. Nufaisah berkata: “Dia Khadijah”. Lalu Nabi menjawab: “Bagaimana aku dapat mencapai itu?”. Nufaisah pun menjawab: “Aku yang mengatur,”. Maka Nabi pun mantap menerimanya dan berkata: “Kalau demikian, aku siap,”.
Motivasi menikahi Nabi
Motivasi terbesar Sayyidah Khadijah dalam menikahi Nabi Muhammad SAW adalah karena akhlak Nabi yang mulia. Beliau menikahi Nabi lantaran kepribadian beliau ketika itu belum disentuh oleh kenabian, berbeda dengan istri-istri Nabi yang lain yang dinikahi usai meninggalnya Sayyidah Khadijah.
Kendati umat Islam menyadari bahwa pernikahan itu sifatnya manusiawi, namun tidak mudah memisahkan pribadi Nabi SAW dengan kemanusiaannya. Maka yang dapat dipastikan ketika Sayyidah Khadijah meletakkan pilihannya terhadap Nabi adalah ia bukanlah perempuan seperti pada umumnya yang hanya melihat penampilan secara sepintas. Sayyidah Khadijah pribadi yang matang, beliau memilih pasangan hidup melalui sisi kemanusian di dalam diri orang yang dipilihnya.