REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW adalah Thalhah bin Ubaidillah r.a. Dia termasuk dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah. Rasulullah begitu banyak memberikan dia gelar karena kebaikannya, seperti Thalhah si Baik Hati, Thalhah si Pemurah, dan Thalhah si Dermawan.
Dijelaskan dalam buku Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad oleh Ummu Ayesha, sosok Thalhah sudah beriman sejak awal masa Islam datang. Kala itu saat pulang dari perjalanan bisnisnya, dia bertemu dengan seorang pendeta di daerah Bushra.
Pendeta itu memberi tahu akan kedatangan Nabi di Makkah. Dia juga mengingatkan agar Thalhah menjadi pengikut Rasulullah karena itu akan membuat hidupnya penuh dengan rahmat. Setiba di Makkah, Thalhah langsung menemui Abu Bakar. Saat mengetahu Abu Bakar sudah memeluk Islam dan bergabung dalam barisan Rasulullah, Thalhah semakin yakin dengan pilihannya.
Akhirnya ditemani Abu Bakar, Thalhah menemui Rasulullah dan menyatakan keimannya. Sejak itu, Thalhah tak lepas dari siksaan oleh kaum Quraisy. Mereka menunjuk Naufal bin Khuwailid untuk menganiaya dan mengancam Thalhah dan Abu Bakar. Beruntungnya penyiksaan tersebut tidak berlangsung lama.
Ketika peristiwa hijrah, Thalhah pergi ke Madinah untuk bertekad akan mengikuti setiap perjuangan Rasulullah. Namun, di Perang Badar, Thalhah tidak ikut karena mendapat tugas lain dari Rasulullah bersama Sa’id bin Zaid. Walaupun sedih, dia masih menerima dan menggantinya di perang yang lain.
Karena tidak melaksanakan perintah Rasulullah, pasukan Islam yang tadinya unggul di Perang Uhud langsung berada dalam kondisi terdesak. Pasukan musuh berhasil menyudutkan pasukan Rasulullah. Bahkan Rasulullah pun dalam kondisi bahaya.
Melihat itu, Thalhah langsung maju menyerang dengan semangat. Serangan Thalhah menyebabkan tubuhnya mendapat hampir 70 luka tusukan tombak, sabetan pedang, dan panah yang menancap. Rasulullah bersabda, "Barangsiapa ingin melihat seorang Syahid berjalan di muka bumi, maka hendaknya ia melihat Thalhah bin 'Ubaidillah,” (HR Tirmidzi 3672).
Selain seorang yang pemberani, dia juga dikenal sebagai pebisnis mahir sejak muda. Dia termasuk jajaran pebisnis sukses yang kaya raya. Namun, banyaknya harta tidak membuatnya bahagia. Dia malah mengeluh sedih dan pusing kepada istrinya, Su’da binti Auf. Istrinya memberikan saran sebaiknya dia berikan hartanya. Thalhah pun langsung memanggil masyarakat di sekitarnya. Semua harta yang ada diberikan kepada orang-orang yang telah berkumpul.
Menurut Said bin Zaid r.a, Thalhah merupakan seorang yang sangat pemurah. Taka da orang yang memberikan harta, pakaian, dan makanan selain Thalhah.
Kematian Thalhah terjadi dalam perseteruan antara pembunuhan Usman dan pengangkatan Ali bin Thalib sehingga kondisi puncaknya terjadilah Perang Jamal. Thalhah berada di jalan yang bersebrangan dengan Ali bin Abi Thalib. Thalhah diingatkan oleh Ali, semua yang terjadi pernah diperkirakan oleh Rasulullah. Kelak, para sahabat Rasulullah memerangi Ali dan mereka adalah orang yang zalim.
Mengingat itu, Thalhah dan sahabatnya Zubaik bin Awwam r.a. keluar dari pasukan yang melawan Ali bin Abi Thalib. Saat itulah orang-orang zalim tidak ridha dengan keputusan mereka. Thalhah meninggal dari panah Marwan bin Hakam. Dia meninggal dama usia 64 tahun dan dimakamkan di Bashrah.