REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mati syahid memiliki keutamaan dalam ajaran Islam. Orang yang tergolong mati karena syahid pun sejatinya sangat beragam, lantas apakah para pahlawan nasional yang Muslim juga tergolong mati syahid?
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: “As-syuhada-u khamsatun: al-math’un wal-mabthun, wal-ghariq, wa as-shahibul-hamdi, wa syahidu fi sabilillahi,”.
Yang artinya: “Orang yang mati syahid itu ada lima macam: (yakni) orang yang terkena wabah penyakit, orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati karena tenggelam, korban yang tertimpa reruntuhan, hingga orang yang mati syahid di jalan Allah,”.
Memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan adalah upaya dalam melawan kesewenang-wenangan. Keadilan serta hak hidup yang diberikan oleh Allah kepada setiap hamba-Nya pun harus diperjuangkan untuk dapat hidup merdeka dalam menjalankan segala aktivitas, termasuk aktivitas beragama.
Aktivitas beragama di sini bukan perkara sholat, zakat, ataupun puasa saja. Melainkan juga menjalankan aktivitas agama seperti menghormati hak tetangga, merangkul kaum dhuafa (keadilan ekonomi), hingga perwujudan keamanan dalam lingkup sosial sesuai dengan syariat yang dianut.
Dalam buku Wanita-Wanita Asuhan Rasulullah karya Abdul Aziz As-Syanawi dijabarkan mengenai pertanyaan dari seseorang kepada Rasulullah tentang Alquran Surah Ali Imran ayat 171.
Nabi pun menjawab: “Allah SWT memuliakan orang-orang yang mati syahid dengan lima kemuliaan yang tidak diberikan kepada salah seorang dari para Nabi, bahkan aku pun tidak. Salah satu dari yang lima itu ialah bahwa ruh-ruh para Nabi itu dicabut oleh malaikat maut, dan dia (malaikat maut itu) yang juga mencabut ruhku. Sementara orang-orang yang mati syahid, ruhnya dicabut oleh Allah SWT dengan kekuasaan-Nya sebagaimana saja Dia mau. (Mulianya orang yang mati syahid) bahkan Allah tidak memperkenankan malaikat maut untuk mencabut ruh mereka,”.