REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Nabi Yunus disebut juga Dzun Nun yang berarti pemilik paus. Maknanya, paus telah menelannya kemudian memuntahkannya.
Di dalam Tafsir Fi Dhilalil Quran, Sayyid Quthb menjelaskan, kisahnya terjadi saat dia diutus ke suatu negeri dan mendakwahkan penduduknya untuk beriman kepada Allah SWT. Namun, mereka mengabaikan dakwahnya.
Dadanya menjadi sempit dan dia pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah. Dia tidak bersabar terhadap rintangan dakwah bersama mereka.
Dia menyangka bahwa Allah SWT tidaklah mempersempit lingkup dakwahnya di bumi karena bumi itu sangat luas. Negerinya pun banyak dan kaum-kaumnya bermacam-macam.
Selama orang-orang yang ada di kaumnya mendustai dakwah, Allah pasti mengutusnya. Allah akan mengarahkannya kepada kaum lainnya. Itulah makna dari:
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim". (QS al-Anbiya: 87).
Sayyid Quthb menulis, kemarahan Yunus yang menggelora menuntunnya ke tepi pantai hingga menumpang kapal sampai akhirnya ditelan paus. Di dalam perut paus, Yunus bertobat dan mengakui kesalahannya. Dia memohon ampun karena merasa termasuk orang-orang yang zalim.
Allah pun mengabulkan doanya. Tuhan menyelamatkannya dari duka dan kesempitan. Paus itu lantas memuntahkannya ke daratan.
Jika saja dia tidak termasuk mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut itu sampai hari berbangkit. Yunus lantas dilemparkan ke daerah yang tandus dalam keadaan sakit. Ditumbuhkan untuk sang Nabi sebatang pohon dari jenis labu. Kemudian, Allah mengutusnya kepada seratus ribu orang atau lebih. Mereka pun beriman karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu tertentu. (QS as-Shafaat: 148).
Said Quthb menjelaskan, Allah menimpakan kesempitan kepada Nabi Yunus lewat tekanan bertubi-tubi dari kaumnya. Padahal, jika saja dia menerima dan bersabar terhadap sikap kaumnya, tekanan itu akan lebih mudah dan ringan. Akhirnya, Yunus mengakui kezaliman yang dilakukan kepada dirinya sendiri.
Pun dakwahnya dan kewajibannya saat ditelan paus. Allah pun menjaganya dan menyelamatkannya dari duka dan bencana. Allah mengembalikan Yunus kepada kaumnya yang berjumlah seratus ribu orang itu. Mereka beriman, beristighfar, dan meminta ampunan dari Allah. Allah pun mendengar permintaan mereka dan tak menurunkan azab bagi mereka yang sudah bertaubat.
Nabi yang juga memiliki nama lain Dzun Nun dan Yunan itu harus menjaga keseimbangan. Sampai akhirnya dia terjun ke tengah ganasnya lautan. Ikan Paus sudah menunggu sang nabi. Ikan itu menerkam Yunus yang sedang berusaha berenang. Paus itu lantas membawanya ke dasar lautan.
Di dalam perut Paus, Yunus mendapati tiga kegelapan. Gelap di dalam perut ikan, gelap di dasar lautan, dan kegelapan malam. Meski gelap, dia merasakan pancaindranya masih bisa bergerak. Di dalam perut ikan, nabi Allah itu pun berdoa:
فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ".. Dia mengatakan, 'Tiada Tuhan selain Engkau Ya Allah. Wahai Yang Mahasuci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri". (QS al-Anbiya: 87).