REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA
Perang Ahzab, atau biasa disebut dengan Perang Khandaq, merupakan satu periode terberat dalam sejarah perkembangan Islam di masa Rasulullah صلى الله عليه وسام.
Saat itu, kekuatan kafir dan munafik bersatu-padu untuk menghancurkan kaum muslimin di Madinah. Yang paling menyakitkan dari peristiwa itu adalah pengkhianatan oleh Yahudi Bani Quraizhah.
Mereka yang sebenarnya terikat perjanjian damai dengan Rasulullah, tapi karena dihasut Huyai bin Akhtab, pemimpin Yahudi Bani Nadhir, mereka mencampakkan kesepakatan itu begitu saja.
Padahal, Ka’ab bin Asad sendiri sebagai pemimpin Yahudi Bani Quraizhah, mengakui bahwa Rasulullah selalu menghormati perjanjian tersebut. Tapi begitulah watak Yahudi. Perjanjian hanya dijaga selagi ada kepentingan.
Karena pengkhianatan itu, Yahudi Bani Quraizhah berhak diberikan sangsi yang berat. Mulanya mereka berusaha melakukan negosiasi dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم agar sanksi untuk mereka disamakan saja dengan teman-teman mereka dari Yahudi Bani Nadhir. Tapi Nabi menolak.
Nabi menyerahkan keputusan untuk mereka kepada Sa’ad bin Mu’adz, pemimpin Aus yang saat itu sedang terluka. Yahudi Bani Quraizhah setuju dan siap menerima keputusan dari Sa’ad. Mereka mengira, Sa’ad akan memutuskan sesuatu yang meringankan mereka, karena antara suku Aus dan Yahudi Bani Quraizhah di masa jahiliyah ada kedekatan.
Tapi Sa’ad bin Muadz bukan seseorang yang pilih kasih dalam menetapkan sesuatu. Ia berkata : “Inilah saatnya Sa’ad memutuskan sesuatu yang diridhai Allah SWT dan tidak takut pada celaan siapapun.”
Kemudian Sa’ad berkata: فإني أحكم فيهم أن تقتل المقاتلة وأن تسبى الذرية والنساء “Keputusanku adalah para muqatilah dibunuh, sementara wanita dan anak-anak ditawan.”
Yang menjadi pertanyaan adalah berapa orang yang dibunuh dari Yahudi Bani Quraizhah saat itu? Benarkah sampai tujuh ratus orang? Atau bahkan ada yang mengatakan sembilan ratus orang? Bukankah itu sebuah jumlah yang sangat fantastis?
Perlu diingat bahwa di dalam Shahih Bukhari dan Muslim tidak ada penyebutan angka sama sekali. Yang ada hanya keputusan Sa’ad bin Muadz sebagaimana di atas (Shahih Bukhari nomor 3043 dan Shahih Muslim nomor 1769).
Lalu darimana datangnya angka 600, 700, 800 dan 900 itu? Angka itu memang tidak datang begitu saja. Ia ada dalam Sirah Ibnu Hisyam.
قال ابن هشام : وهم ست مئة أو سبع مئة ، والمكثر لهم يقول : كانوا بين الثمان مئة والتسع مئة (سيرة ابن هشام 2/ 241)
Ibnu Hisyam berkata, “Jumlah mereka antara 600 atau 700 orang. Prediksi tertinggi menyebutkan jumlah mereka antara 800 sampai 900 orang.”
Di sini, nalar kritik sirah perlu kita gunakan. Pertama, Ibnu Hisyam hidup pada abad kedua Hijriyah. Ia tentu tidak menyaksikan langsung peristiwa pembunuhan itu. Lalu, darimana ia mendapatkan angka 600 sampai 900 itu? Kita tidak tahu. Tapi yang jelas angka itu ia sebutkan begitu saja, tanpa sanad.