REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sejak 870 M, generasi para pengkaji hadits bermunculan. Utamanya adalah Imam Bukhari.
Ia, dan belakangan muridnya sendiri, Imam Muslim, merupakan yang pertama menghadirkan kumpulan hadits sahih. Dengan begitu, Imam Bukhari menyisihkan hadits-hadits yang memiliki isnad tak sejalan dengan kriteria ketat yang ia terapkan.
Kitab Shahih Bukhari, menurut Jonathan Brown dalam bukunya, Hadith Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World (2009), bukan sekadar senarai hadits-hadits, melainkan secara implisit memuat visi Imam Bukhari sendiri mengenai hukum-hukum Islam. Kitab tersebut mencakup banyak hal, mulai dari persoalan ibadah, kaidah-kaidah hukum, hingga konsep-konsep teknis dalam lingkup ilmu hadits.
Kitab Shahih Bukhari terdiri atas 97 bab. Setiap bab dipilah lagi menjadi bagian-bagian yang membahas persoalan tertentu seputar hukum Islam. Ada pula tanggapan yang ditulis Imam Bukhari sendiri atau catatan kesaksian dari para sahabat Nabi SAW mengenai suatu hadits.
Menurut Brown, jumlah keseluruhan hadits sahih dalam Shahih Bukhari sebanyak 7.397 hadits. Sementara, sumber lain antara lain Ibnu Shalah menyebut totalnya adalah 7.275 hadits sahih. Perhitungan yang berbeda-beda ini lantaran perbedaan pandangan para pakar ilmu hadits generasi kemudian yang memberikan syarah atas Shahih Bukhari.
Menurut Arief Hidayat dalam Al-Islam Studi Hadits Tarbawi, Imam Bukhari merupakan ulama independen yang berotoritas keilmuan terkemuka sehingga dihormati lintas kalangan. Penyusunan Shahih Bukhari dilakukannya secara amat hati-hati.
Seperti dikenang salah seorang muridnya, al-Firbari, Imam Bukhari suatu ketika berkata mengenai mula-mula penulisan karyanya itu, "Saya menyusun kitab al-Jami' as-Shahih ini di Masjid al-Haram, Makkah. Dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat Istikharah dua rakaat, memohon pertolongan kepada Allah dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar sahih."
Kemudian, masih di Hijaz, Imam Bukhari mulai menulis mukadimah dan pokok-pokok bahasan Shahih Bukhari ketika ia berada di Raudatul Jannah, yakni tempat antara makam Rasulullah SAW dan mimbar Masjid Nabawi.
Barulah ia menghimpun sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Selama 16 tahun, Imam Bukhari menghabiskan waktunya dengan tekun menyusun Shahih Bukhari di Hijaz.