REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agama Islam memandang ibu sebagai sebuah poros dan sumber kehidupan. Dari seorang ibu, lahirlah sebuah kehidupan yang akan meramaikan dunia.
Dalam Hadis al-jannatu tahta aqdam al-ummahat, diriwayatkan Ibnu 'Addi dalam al-Kamil, dari jalur Musa bin Muhammad al-Maqdisi dari Ibnu Abbas, Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Surga itu (berada) di telapak kaki ibu, dari jalur manapun masuk dan dari jalur manapun pula keluar".
Selain itu, Imam Thabarani dalam Ensiklopedi Hadits atau 'Al-Mu'jam ak-Kabir' menyebut melalui transmisi yang baik, disahihkan oleh Imam Al-Hakim, disepakati oleh Imam al-Dzahabi dan diakui oleh Imam al-Mundziri sebuah hadits dari Muawiyah bin Jahimah disebutkan menemui Nabi dan menyampaikan keinginannya ikut perang.
Nabi bertanya, "Apakah kamu masih punya ibu?". Ia menjawab, "Ya, masih". Nabi lantas mengatakan,"Temani dan berbaktilah kepadanya. Karena surga ada di bawah kakinya".
Syeikh Muhammad Syeikh al-Ghazali dalam As-Sunnah an-Nabawiyyah Baina ahl al-Fiqh wa ahl al-Hadits mengatakan, "Seorang ibu adalah semilir angin sejuk yang menghembuskan nafas kedamaian dan kasih sayang ke seluruh ruang kehidupan. Ia sangat berpengaruh dalam pembentukan manusia yang baik".
Tak sampai di situ, dalam Islam, ibu memperoleh perhargaan yang lebih utama jika dibandingkan ayah. Hal ini disampaikan Nabi Muhammad SAW saat ditanya oleh seorang sahabat.
Dalam Hadis Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan, "Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik?", Nabi menjawab, "Ibumu". "Sesudah itu?" Nabi mengatakan, "Ibumu". "Lalu setelah itu?". Nabi sekali lagi menegaskan, "Ibumu". "Kemudian?". Baru Nabi mengatakan, "ayahmu".
Pernyataan Nabi di atas merupakan penjelasan dari QS Luqman ayat 14 yang berbunyi, "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang, ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang terus semaki lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu".