Selasa 20 Oct 2020 06:00 WIB

Memotong Rambut dan Kuku Ketika Haid

Berkembang pemahaman orang yang tengah haid dilarang memotong kuku dan rambut.

Foto ilustrasi: Memotong Rambut dan Kuku Ketika Haid
Foto: pxhere
Foto ilustrasi: Memotong Rambut dan Kuku Ketika Haid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkembang pemahaman di masyarakat, orang yang tengah haid dilarang memotong kuku dan rambut. Alasannya, dalam kondisi haid orang tersebut tidak dalam keadaan suci. Jadi, rambut dan kuku yang terpisah dari tubuhnya tentu juga tidak suci. Jika rambut dan kuku ini dibuang, ia akan bermasalah di hari kiamat nanti.

Analoginya, pada hari berbangkit, setiap orang akan dikembalikan lagi seluruh anggota tubuhnya secara sempurna sebagaimana di dunia. Jika ada anggota tubuh yang dibuang seperti rambut dan kuku dalam keadaan tidak suci, tentu ia akan kembali dalam keadaan tidak suci pula. Ini akan menjadi aib bagi dirinya karena beberapa anggota tubuh seperti rambut dan kuku yang najis atau tidak suci. Benarkah demikian?

Baca Juga

Permasalahan ini kerap ditanyakan kepada para ulama. Larangan memotong kuku dan rambut kerap disamakan dengan orang yang berkurban. Sebagaimana hadis Nabi SAW, orang yang berkurban dilarang untuk memotong rambut dan kuku terhitung saat memasuki tanggal 1 Zulhijjah. (HR Muslim).

Namun, persoalan wanita yang sedang haid, nifas, atau junub tidak ditemui satupun pendapat ulama yang mengakomodasi larangan untuk memotong kuku atau rambut. Karena, memang tidak ditemui dalil yang melarangnya.

Ibnu Taimiyah dalam kitab fenomenalnya Majmu' Al-Fatawa (21/120-121) pernah mengupas persoalan ini. Fatwa Ibnu Taimiyah berasal dari pertanyaan orang kepadanya pasal boleh tidaknya memotong rambut atau kuku saat junub atau haid. Ibnu Taimiyah membantah jika memotong rambut atau kuku saat haid punya kaitan dengan hari berbangkit sebagaimana diisukan.

Menurut Ibnu Taimiyah, seorang Mukmin tak boleh disebut najis. Ini berdalil dengan hadis Nabi SAW, "Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis." (HR Bukhari Muslim). Bahkan, jika seorang Mukmin yang sudah meninggal, jenazahnya tidak disebut najis (HR Hakim).

Sebutan najis hanya bagi orang kafir saja. Firman Allah SWT, "Hanyalah orang-orang musyrik itu najis." (QS at-Taubah [10]: 28). Adapun orang haid dan nifas hanya darahnya saja yang najis, bukan orangnya. Demikian pula bagi orang yang junub.

Dalam hadis Nabi SAW dan atsar para sahabat, ditemui anjuran bagi wanita haid dan nifas untuk memelihara kebersihan. Misalkan, orang yang haid dianjurkan untuk mandi dan menyisir rambutnya. Padahal, bagi sebagian wanita yang mengalami kerontokan, menyisir rambut dapat mencabut sebagian rambut.

Hal ini terjadi pada istri Nabi SAW, Aisyah RA. Ketika Aisyah RA menunaikan haji Wada' bersama Nabi SAW, ia mendapati dirinya haid. Nabi SAW memintanya untuk mandi dan bersisir. "Uraikan rambutmu dan bersisirlah. Serta berihlal (talbiyah) dengan haji dan tinggalkan umrah," sabda Beliau SAW. (HR Bukhari Muslim).

Ahli fiqh Mazhab Syafi'iyah secara tegas memperbolehkan kaum wanita yang haid atau nifas memotong kuku, mencukur rambut ketiak, kemaluan, dan seterusnya. Tak ada keterangan jika melakukan hal-hal tersebut akan berdampak buruk di hari berbangkit nanti. Demikian diterangkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj (4/56).

Mufti Arab Saudi Syekh Ibnu Utsaimin dalam kumpulan Fatawa Az-Ziinah Wal Mar'ah karangannya juga disinggung persoalan ini. Syekh Utsaimin membantah jika orang yang tengah haid, nifas, atau junub dilarang untuk memotong kuku dan rambut. Malahan orang yang haid dan nifas sebenarnya dianjurkan memelihara kebersihan tubuhnya seperti memotong kuku dan bercukur.

Al-Utsaimin menambahkan, jika wanita yang haid atau nifas mengalami mimpi basah, ia dianjurkan untuk mandi janabat sebagaimana waktu ia suci. Demikian juga jika ia bercumbu dengan suaminya tanpa jimak yang sampai keluar mani. Maka, wanita ini tetap melakukan mandi janabah walau ia dalam keadaan haid dan nifas.

Muhammad bin Yusuf Al-Ibadhi dalam kitabnya, Syarkh An-Nail Wa Syifai Alil (1/347), menyebut pemahaman yang melarang wanita haid dan nifas memotong kuku dan rambut tersebut sebagai perkara bid'ah. Yang demikian jika ia meyakini akan berpengaruh pada hari berbangkit. Umat Islam dilarang untuk mengharamkan perkara yang dibolehkan. Sebagaimana dilarang untuk membolehkan perkara yang dihalalkan.

Hadis Rasulullah SAW menegaskan, "Sesungguhnya yang paling besar dosa dan kejahatannya dari kaum Muslimin adalah orang yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan, lantas hal tersebut menjadi diharamkan karena pertanyaannya tadi." (HR Bukhari).

Dalam persoalan memotong rambut atau kuku bagi wanita haid dan nifas hukumnya boleh. Tidak boleh disebut makruh, apalagi haram tanpa ada dalil yang menerangkan. Wallahu'alam. 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement