REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam Islam segala sesuatu bisa bernilai ibadah. Salah satu ibadah termulia adalah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang lain. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam dialog Nabi Musa dan Allah.
Dikutip dari buku “Tuhan Ada di Hatimu”, Husein Ja’far al-Hadar menjelaskan bahwa Imam Ghazali telah mengisahkan dalam kitabnya yang berjudul Mukasyafatm al-Qulub bahwa suatu kali Nabi Musa berdialog dengan Allah. Kemudian, Nabi Musa bertanya,
“Wahai Allah, aku sudah melaksanakan ibadah yang engkau perintahkan. Manakah di antara ibadahku yang engkau senangi, apakah sholatku?
Allah menjawab, “Sholatmu itu hanya untukmu sendiri, karena shalat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan mungkar.”
Lalu Nabi Musa bertanya kembali, “Apakah puasaku?”Allah menjawab, “Puasamu itu hanya untukmu saja. Karena puasa melatih diri dan mengekang hawa nafsumu.”
“Lalu ibadah apa yang membuat engkau senang? Tanya Nabi Musa.
Allah menjawab, “Memasukkan rasa bahagia ke dalam diri orang yang hancur hatinya.”
Maka, menurut Husein Ja’far al-Hadar, ibadah termulia adalah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang lain. Artinya, kata dia, menjaga hubungan baik dengan orang lain justru lebih dari ibadah ibadah-ibadah ritualistik.
Karena, tambah dia, jika seorang muslim mempunyai masalah dengan Allah, dengan bertobat urusannya selesai. Tapi, kalau dia mempunyai masalah dengan orang lain, tidak cukup baginya hanya meminta maaf kepada Allah. Dia juga harus meminta maaf kepada orang yang disakitinya.