REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umar bin Khattab ra adalah pemimpin yang bijaksana lagi lembut hatinya. Dia sangat memperhatikan kesejahteraan umatnya.
Bahkan, dia memberi perhatian kesejahteraan kepada bayi kaum Muslimin yang baru lahir. "Umar mengalokasikan kas negara untuk memberikan tunjangan kepada semua bayi setelah tidak menyusu pada ibunya," tulis Aan Wulandari dalam bukunya Kisah Istimewa Asmaul Husna.
Namun, kebijakan umar itu ternyata menjadi masalah besar dan akhirnya Umar mengubah kebijakannya. Yang mendapat tunjungan bukan bayi yang disapih, tapi bayi yang baru lahir.
Masalah besarnya adalah, ketika itu, di suatu malam, Umar ra mendengar suara anak kecil menangis. Hati Umar terus terusik. Dengan segera Umar mendatangi asal suara, ketika itu Umar pun berkata pada ibu sang bayi.
"Takutlah engkau kepada Allah Azza wa Jalla dan berbuat baiklah dalam merawat anakmu," kata Umar.
Bayi itu pun terdiam. Tak lama, tangisan kembali terdengar, maka Umar kembali mendatangi sang Ibu. Umar mengulangi perkataannya. Pada akhir malam, Umar mendengar bayi itu menangis lagi.
Umar kembali ke rumah itu dan berkata kepada ibunya, "kenapa aku masih mendengar anakmu menangis sepanjang malam?" Wanita itu menjawab, "Hai tuan, sesungguhnya aku berusaha menyapihnya dan memalingkan perhatiannya untuk menyusu, tetapi dia masih tetap ingin menyusu. Umar ra bertanya, "Kenapa engkau akan menyapihnya?"
Ibu itu menjawab, "Karena Umar hanya memberikan jatah makan untuk anak-anak yang telah disapih saja."
Umar menanyakan umur si bayi itu dan ternyata baru beberapa bulan. Ketika sholat subuh Umar menangis. Bacaannya nyaris tidak terdengar jelas oleh para makmum.
Usai sholat Umar berkata, "Celakalah engkau wahai Umar, berapa banyak bayi kaum Muslimin yang telah engkau bunuh!"
Setelah itu, Umar menyuruh salah seorang pegawainya memberikan pengumuman. Pengumuman itu isinya, "Janganlah kalian terlalu cepat menyapih anak-anak kalian, sebab kami akan memberikan jatah bagi setiap bayi yang baru lahir dalam Islam."
Seketika berita itu disebarluaskan ke seluruh daerah kekuasaannya. Umar yang berhati lembut itu mengubah hukum yang telah ditetapkanya demi kesejahteraan bayi yang baru lahir.
Kisah ini dikaitkan dengana nama Allah Al-Latiif artinya Maha Lembut. Surah Asy-Syura ayat 19 yang artinya "Allah Mahalembut pada hamba-hambanya."
Makna Allah Mahalembut terhadap hambanya adalah Dia menjauhkan manusia dari kesusahan dan memudahkan hambanya mendapatkan keinginannya. "Hikmah dari kisah ini bersikap lemah lembutlah pada semua orang, maka mereka akan menyayangi kita," katanya.