REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr Hasanuddin Abdul Fatah menyampaikan pandangan mengenai Islam dan aksi demonstrasi. Dia menjelaskan, Islam pada prinsipnya membolehkan aksi demonstrasi untuk menyampaikan pendapat pada berbagai kebijakan yang dinilai kurang baik atau merugikan masyarakat.
"Dengan catatan dilaksanakan dengan tertib dan tidak merusak. Jadi tidak masalah, boleh-boleh saja," kata Guru Besar Ushul Fiqih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu kepada Republika, Ahad (11/10).
Hasanuddin melanjutkan, dalil tentang unjuk rasa baik di Alquran dan Hadis secara tekstual tidak ada. Meski tidak ada di dalam nash, ada dalil umum terhadap hal itu, yakni "Al-Ashlu fil Asy-Yaa'i Al-Ibaahah" (dasar segala sesuatu itu boleh), selama tidak bertentangan dengan syariah.
"Maka, yang bertentangan adalah perusakannya atau anarkisnya. Unjuk rasanya itu sendiri, menyampaikan pendapat, saran atau protes terhadap hal-hal yang dianggap merugikan itu boleh boleh saja," tutur dia.
Aksi unjuk rasa, terang Hasanuddin, sebetulnya merupakan salah satu cara menyampaikan nasehat demi kebaikan dan kemaslahatan. Ketika pintu-pintu dialog atau musyawarah itu tertutup, atau tidak menjadi perhatian, maka cara lainnya adalah dengan berdemonstrasi. "Selama untuk kebaikan, tidak ada unsur anarkis, boleh," katanya.
Hasanuddin juga mengingatkan bahwa ada kaidah fikih "Tasharruf al-Imam 'ala al-Ro'iyah Manuutun bi al-Maslahah (apapun kebijakan yang diambil pemerintah, harus didasarkan pada kemaslahatan rakyatnya).
Bila kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu dinilai menimbulkan kemudharatan, maka harus ada yang mengingatkan sebagai bentuk "Amar Ma'ruf Nahi Munkar". "Kalau ada mungkarnya ya dilarang dan mengajaknya pada kebaikan. Ini menjadi kewajiban bagi rakyat termasuk ulama terhadap hal yang merugikan masyarakat," jelasnya.