Gambaran Prof Michel Wyschogrod tentang Islam tersebut tidak sepenuhnya benar. Monoteisme memang mengakui Tuhan yang satu. Tetapi, monoteisme tidak sama dengan tauhid. Dalam konsep Islam, tauhid adalah pengakuan Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan ada unsur ikhlas, rela diatur Allah SWT. Maka, syahadat Islam adalah 'tidak ada tuhan selain Allah', bukan 'tidak ada tuhan selain Tuhan', juga bukan 'tidak ada tuhan selain Yahweh'.
Karena itu, jika orang menyembah Tuhan yang satu, tetapi yang ‘yang satu’ itu adalah Fir’aun, maka dia tidak bisa disebut 'bertauhid'. Iblis pun tidak bertauhid dan kafir, karena menolak tunduk kepada Allah, meskipun dia mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan.
Dalam perspektif Islam inilah, memasukkan agama Yahudi (Judaism), sebagai millah Ibrahim juga patut dipertanyakan. Kaum Yahudi memang menyembah Tuhan yang satu. Tetapi, hingga kini, mereka masih berselisih paham tentang siapa Tuhan yang satu itu? Sebagian menyebut-Nya sebagai Yahweh. Tetapi, dalam tradisi Yahudi, nama Tuhan tidak boleh diucapkan. Hingga kini, belum jelas, siapa nama Tuhan Yahudi.
Karena menolak beriman kepada kenabian Muhammad SAW, maka kaum Yahudi kehilangan jejak kenabian dan tauhid. Mereka kehilangan data-data valid dalam kitab mereka. Th C Vriezen, dalam buku Agama Israel Kuno (Jakarta: BPK, 2001), menulis, "Ada beberapa kesulitan yang harus kita hadapi jika hendak membahas bahan sejarah Perjanjian Lama secara bertanggung jawab. Sebab yang utama ialah bahwa proses sejarah ada banyak sumber kuno yang diterbitkan ulang atau diredaksi (diolah kembali oleh penyadur)… Namun, ada kerugiannya yaitu adanya banyak penambahan dan perubahan yang secara bertahap dimasukkan dalam naskah, sehingga sekarang sulit sekali untuk menentukan bagian mana dalam naskah historis itu yang orisinal (asli) dan bagian mana yang merupakan sisipan.”
Senada dengan Yahudi, Kristen juga menolak kenabian Muhammad SAW dan bahkan mengangkat status Nabi Isa AS sebagai Tuhan. Alquran memberikan kritik-kritik yang sangat mendasar terhadap konsep ketuhanan Kristen ini (QS 19:88-91, 5:72-75, dan sebagainya).
Secara tegas, Alquran menyebutkan bahwa Nabi Isa AS pernah menyeru Bani Israil agar mengakuinya sebagai rasul, utusan Allah, dan mengabarkan kedatangan Nabi Muhammad SAW. Karena itulah, Islam memandang, kaum Kristen telah melakukan penyimpangan akidah, karena mengangkat Nabi Isa AS sebagai Tuhan, bukan sebagai utusan Allah.
Dengan konsep itu, mereka menolak untuk beriman kepada kenabian Muhammad SAW. Segaimana kaum Yahudi, kaum Kristen di Barat tidak mengenal nama Tuhan mereka. Mereka hanya menyebut Tuhannya sebagai God atau Lord. Soal nama Tuhan, masih diperselisihkan, dalam agama Kristen.
Karena itu, dalam pandangan Islam, yang bisa dimasukkan ke dalam kategori sebagai millah Ibrahim saat ini, hanyalah agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum Muslim begitu dekat dengan Nabi Ibrahim AS. Setiap sholat, kaum Muslim membaca doa untuk Nabi Ibrahim. Begitu juga, salah satu hari raya umat Islam adalah Hari Raya Idul Adha yang terkait erat dengan kisah perjuangan dan perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS.
Dari persektif Islam ini bisa disimpulkan, sebaiknya istilah Abrahamic faiths tidak digunakan untuk menunjuk kepada agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Tentu saja di antara agama-agama itu banyak unsur persamaan. Tetapi, unsur perbedaannya sangat mendasar, khususnya menyangkut konsep dan nama Tuhan, yang merupakan inti dari semua konsep dalam agama.
Jadi, inilah perspektif Islam. Yahudi dan Kristen tentu punya perspektif masing-masing. Biarlah perbedaan itu tetap dalam perspektifnya masing-masing, dan tidak perlu dipaksakan untuk sama. Dengan perbedaan itulah akan terjadi dialog. Dalam perbedaan itulah kerukunan bisa dibangun. Di akhirat nanti, akan terbukti, siapa yang benar.
* Naskah ini cuplikan dari artikel Dr Adian Husaini yang tayang di Harian Republika, pada 2007