Kamis 08 Oct 2020 12:46 WIB

Joe Biden, Saatnya Memaknai Kembali Insya Allah

Keutamaan mengucap insya Allah sering dikisahkan dalam Alquran dan hadis.

 Calon presiden dari Partai Demokrat, mantan Wakil Presiden Joe Biden berbicara di Jose Marti Gym, Senin, 5 Oktober 2020, di Miami.
Foto: AP/Andrew Harnik
Calon presiden dari Partai Demokrat, mantan Wakil Presiden Joe Biden berbicara di Jose Marti Gym, Senin, 5 Oktober 2020, di Miami.

REPUBLIKA.CO.ID, Calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Joe Biden, mengucapkan kalimat //insya Allah// dalam debat perdana pemilihan presiden AS. Kalimat tersebut dilontarkan Biden saat menghadiri debat melawan calon pejawat dari Partai Republik, Donald Trump.

Dilansir dari About Islam pada Selasa (6/10), kejadian bermula saat Biden menyinggung kasus pengemplangan pajak Donald Trump. Calon pejawat mengungkapkan akan mengembalikannya dan dirilis kepada publik. “Segera, setelah selesai,” kata Trump. Mendapati jawaban tersebut, Biden buru-buru menyambungnya. “Kapan? Insya Allah?” ujar Biden.

Sontak saja ucapan Biden ini langsung membanjiri laman Twitter. Yang menimpalinya di antaranya koresponden politik nasional untuk NPR yang meliput pemilu 2020, Asma Khalid. Dia mengonfirmasi bahwa Biden memang mengucapkan kalimat tersebut.

“Oke, bagi Anda yang bertanya-tanya, apakah Joe Biden benar-benar melontarkan ‘insya Allah’ sebagai penggunaan sarkastis yang sesuai? Iya, dia melakukannya. Saya mengonfirmasi dengan kampanyenya, memang itulah yang dikatakan laki-laki itu,” katanya melalui akun @asmamk.

Perdebatan di media sosial pun menyimpulkan bahwa ungkapan insya Allah yang dilontarkan Biden sebagai bentuk sindiran untuk Trump. Kalimat ini dipersamakan dengan ungkapan seolah-olah tidak akan pernah dilakukan.

Islam mengajarkan bahwa kalimat insya Allah merupakan frasa yang agung. Kalimat ini berasal dari kata in (‘jika’), sya'a (‘menghendak’), dan Allah. Ungkapan ini ducapkan seorang Muslim untuk menyatakan kesanggupannya dalam melakukan suatu pekerjaan atau memenuhi janji dengan menyandarkan pada kehendak Allah SWT.

Di dalam Alquran tertulis jika Allah SWT mengajarkan kepada Nabi dan Rasul untuk mengucapkan insya Allah terhadap apa yang hendak dikerjakan. “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,’ kecuali (dengan menyebut) ‘insya Allah’. Dan, ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah, ‘Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.’” (QS al-Kahfi: 23-24).

Dalam menjelaskan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, itulah petunjuk dari Allah SWT kepada Rasul-Nya tentang etika bila hendak mengerjakan sesuatu pada masa mendatang. Hendaknya, dia mengembalikannya kepada kehendak Allah SWT. Dia Yang Mengetahui hal gaib, apa yang telah terjadi dan akan terjadi, serta apa yang tidak akan terjadi. Dialah Sang Maha Mengetahui apa akibatnya seandainya akan terjadi.

Keutamaan mengucap insya Allah sering dikisahkan dalam Alquran dan hadis. Nabi dan Rasul pun pernah mendapat teguran manakala lupa mengucapkannya. Diriwayatkan dalam Alquran, Rasulullah SAW didatangi oleh beberapa penduduk Makkah yang hendak bertanya tentang perkara ruh, kisah Ashabul Kahfi, dan kisah Zulkarnain. Tanpa mengucap insya Allah, Rasulullah meminta mereka untuk datang besok pagi untuk diceritakan perihal apa yang mereka tanyakan.

Ternyata, Malaikat Jibril tak mendatangi Nabi untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Rasulullah pun gagal menjawab hal-hal yang ditanyakan. Jibril bahkan tidak muncul selama 14 hari. Orang-orang Quraisy kegirangan karena merasa bisa membuktikan jika Rasulullah telah berbohong sebab tak mampu menjawab pertanyaan. Lantas, datang Jibril membawa teguran dari Allah SWT lewat QS al-Kahfi ayat 23-24.

Nabi Sulaiman bin Daud AS juga ternyata pernah mengalami kisah serupa. Dalam kitab Shahihain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA dikisahkan jika Nabi Sulaiman pernah mengungkapkan akan menggilir ketujuh puluh istrinya pada satu malam—menurut riwayat lain sembilan puluh, lainnya menyebut seratus. Tujuannya, setiap istri akan melahirkan seorang anak lelaki yang kelak akan berperang di jalan Allah. Dalam satu riwayat, malaikat berkata kepada Sulaiman, “Katakanlah, ‘Insya Allah.’ Namun, Sulaiman tidak menurutinya.”

Sulaiman menggilir mereka. Ternyata, tidak ada satu pun dari mereka mengandung kecuali seorang istri yang melahirkan setengah manusia. Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah SAW bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya. Seandainya dia mengucapkan insya Allah (jikah Allah menghendaki), dia tidak akan melanggar sumpahnya dan akan meraih apa yang diinginkannya.”

Menurut at-Tabari, orang yang mengucapkan insya Allah bila hendak melakukan sesuatu menunjukkan bahwa ia mengaitkannya dengan kehendak Allah. Ungkapan ini pun menunjukkan cerminan keyakinan seseorang bahwa tak ada sesuatu yang dapat terwujud atau terjadi kecuali atas kehendak Allah SWT.

Insya Allah menjadi bentuk cerminan tekad untuk menyatakan kesanggupan melakukan perbuatan. Dia akan berdisiplin atau berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melakukannya. Contoh nyata bisa dilihat dari Nabi Ismail AS kepada ayahnya, Nabi Ibrahim AS. Dialog mereka terekam dalam QS as-Shaffat ayat 22 yang artinya: “...Ibrahim berkata, ‘Hai, anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu.’ Ia menjawab, ‘Hai, bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’”

Ismail benar-benar melaksanakan apa yang dijanjikannya dan taat terhadap apa yang dituntut darinya. Namun, setelah nyata kesabaran dan ketaatannya, Allah SWT melarang menyembelih Ismail dan menggantikannya dengan seekor binatang sembelihan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement