REPUBLIKA.CO.ID, Umar bin Khaththab adalah sosok yang menjunjung tinggi keadilan. Meski sebagai khalifah, Umar tidak mau diperlakukan spesial ketika berada dalam persidangan dalam sebuah sengketa dengan sahabatnya.
Dikutip dari Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia karya Muahmmad Fethullah Gulen diceritakan ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khaththab adalah sosok yang sangat dihormati dan disegani. Dengan kekuasaannya yang mencakup wilayah amat luas dari Yaman hingga sungai Amu Darya di dekat kota Bukhara, Umar pantas dianggap sebagai khlaifah besar dalam sejarah.
Pada suatu ketika, Umar bin Khaththab bersengketa dengan Ubay bin Kab. Pada saat itu Umar mengajak Ubay agar mencari orang yang dapat menengahi sengketa mereka.
Beberapa saat kemudian, keduanya pun bersepakat memilih Zaid bin Tsabit untuk ditunjuk sebagai penengah. Mereka pun mendatangi Zaid. Umar bin Khaththab menyampaikan maksudnya yakni agar Zaid berkenan menjadi penengah persengketaannya dengan Ubay bin Kab. Memang rumah Zaid bin Tsabit biasa dilangsungkan sidang.
Setelah Zaid menyetujui permintaan Umar, Zaid pun meminta Umar bin Khaththab dan Ubay bin Kab masuk ke rumahnya. Tetapi ketika sidang dimulai, Zaid sengaja bergeser dari tempat duduknya untuk mempersilakan Umar duduk di kursinya. Hal itu dilakukan Zaid karena Umar adalah seorang khalifah.
“Duduklah di sini wahai Amirul Mukminin,”
Tetapi Umar bin Khathtab menolaknya. Umar lebih memilih duduk pada posisi sama dengan Ubay bin Kab. “Inilah awal kekeliruanmu dalam memutuskan perkara. Aku memilih duduk bersama seteruku ini saja,”.